sambutan

Selamat datang di BLOGSPOT saya M NURDIN semoga semua artikel saya bermanfaat bagi para pembaca dan memberikan inspirasi yang positif dan jika ada yang negatif tolong kirim saran pada twiter yang tercantum di sebelah kanan

Jumat, 11 November 2016

Don’t Say Love To Me

“Leyra!” Panggil seseorang.
Gadis berjilbab orange bernama Leyra itu menoleh.
“Ada apa, Sya?” Tanyanya bingung.
“Tidak. Ikutlah denganku ke kelas. Kau akan tahu apa yang terjadi.” Elsya menariknya menuju ke kelas.


Tak ada apa-apa. Hanya ada beberapa teman di kelas. Yang lain? Mungkin bolos di kantin. Yeah, kelasnya memang kosong hari ini. Tadi ia berniat pergi ke perpustakaan, tapi tak jadi setelah ditarik sahabatnya menuju ke kelas.
“Ada apa sih, Sya?” Tanyanya tak sabaran.
“Periksa laci mejamu! Cepat!” Perintah sahabatnya.
Ia menurut. Ia periksa laci mejanya. Ia tak pernah menengok laci itu, karena memang tak pernah menggunakannya untuk menyimpan apapun. Laci mejanya bersih. Namun, ada amplop di sana. Seingatnya, ia tak pernah menaruh apapun di sana. Lalu, amplop ini milik siapa?
“Sya, kau tahu ini?” Tanyanya pada Elsya yang menjadi teman sebangkunya sambil mengacungkan amplop di tangannya.
Sontak semua anak yang berada di kelas mengerubunginya -penasaran.
“Tadi pagi, aku sudah melihatnya di laci mejamu, saat membersihkan laci mejaku sendiri,” jawab Elsya.
“Tapi, milik siapa?” Ia tatap satu per satu teman-temannya.
“Buka saja, Ra. Siapa tahu ada suratnya,” saran salah satu temannya.
“Dari fansmu mungkin, Ra!” Teman-temannya yang lain ikut menyahut.
“Serius tak ada yang tahu pelakunya?” Ia masih tak percaya.
“Tak ada siapapun yang memasuki kelas ini setelah dibuka, kecuali kita-kita,” jawab Callista, salah satu pengurus kelasnya.
“Oke, guys! Aku percaya sama kalian!” Ujarnya lalu meminta teman-temannya untuk bubar.

“Ra…,” panggil Elsya.
Leyra hanya berdehem menyahut.
“Apa isinya surat kemarin?” Tanya sahabatnya penasaran.
Surat? Ah iya, surat misterius di laci mejanya kemarin. Ia sendiri belum membacanya.
“Belum kubaca,” jawabnya santai.
“Astaga! Kok belum dibaca sih, Ra? Aku kan juga penasaran!” Ujar Elsya kesal.
“Emang kenapa? Tak penting juga. Baca aja sendiri, noh!” Ia serahkan begitu saja amplop berisi surat itu pada sahabatnya.
Elsya menatapnya tak percaya. Ia hanya memuatar bola matanya -malas berurusan dengan hal-hal seperti ini.
“Baca aja. Aku tak melarang kok,” ia mempersilahkan.
“Oke!” Elsya mengambil amplop itu dari tangannya.
Ia hanya memandang sahabatnya malas. Ia sudah menebak, isinya pasti tak jauh beda dari surat-surat yang datang sebelumnya. Pernyataan cinta.
“ADP?” Kening Elsya berkerut bingung usai membaca surat.
“Kenapa?” Tanyanya malas.
“Pengirimnya ‘ADP’. Dia menyatakan cintanya padamu,” jawab Elsya.
“Sudah kuduga. Lalu kenapa?” Tanyanya heran dengan tingkah Elsya yang menatap aneh dirinya.
“Apa kau tak penasaran dengan si ‘ADP’ itu?” Tanya sahabatnya terheran-heran.
Ia terkekeh geli. “Buat apa aku penasaran? Toh, kalau emang dia butuh denganku, dia bakalan datang sendiri,” jawabnya cuek -khas Leyra.
“Tapi, setidaknya kau mencari tahu siapa dia dan apa maunya, Leyra!” Sahut Elsya menggebu-nggebu.
“Biasanya, orang seperti itu, semakin dicari tahu, semakin tertantang untuk membuat kita mati penasaran karenanya,” ujarnya tetap santai dan datar.
Sahabatnya itu mengangguk membenarkan.
“Jadi, kita biarin aja sampai dia nampakin dirinya di depan kita,” tambahnya.
“Oke. Aku setuju.” Ujar Elsya pada akhirnya.

“Leyra!!!” Teriak seseorang.
Ia berbalik melihat si pemanggil. Lalu mengerutkan keningnya ketika melihat Alvaro berlari ke arahnya. “Kau memanggilku?” Tanyanya bingung.
“Tentu saja. Siapa yang memiliki nama ‘Leyra’ jika bukan kau?” Alvaro menatapnya dalam dan tajam.
“Ada apa kau memanggilku?” Tanyanya cuek. Ia mulai merasa jengah dan tak nyaman dengan tatapan yang diberikan Alvaro padanya.
“Bagaimana keadaanmu?” Tanya lelaki itu.
“Aku baik-baik saja. Cukup basa-basinya, Varo! Sekarang katakan, apa tujuanmu memanggilku?” Balasnya tak suka.
“Aku-aku…,” ujar lelaki itu gelagapan.
“Kurasa, tak ada yang penting! Aku pergi!” Ia kembali berbalik meninggalkan Alvaro yang masih membeku di tempatnya.
“Leyra! Tunggu!” Teriakan lelaki itu terdengar di telinganya. Tapi, ia tetap melangkah tak peduli. Hanya satu tujuannya. Perpus.
Sedangkan di belakang, Alvaro mendesah kesal karena tak berhasil mengejarnya.
Pagi ini, Leyra kembali mendapatkan surat di laci mejanya. Dari pengirim yang sama. Inisial ‘ADP’ tetap disertakan dalam surat tersebut.
‘Temui aku sekarang juga di taman belakang sekolah, jika kau ingin tahu siapa diriku sebenarnya’ – ADP.
Begitulah isi surat yang diterima Leyra kali ini. Setelah membaca surat itu, ia langsung menarik Elsya dan menyeretnya untuk menemaninya menemui ‘ADP’.
“Hey, Ra! Kau masih waras kan?” Teriak Elsya sebal, karena ia menariknya paksa.
“Tentu saja, aku masih waras,” timpalnya sedikit mengurangi kecepatannya menarik Elsya berjalan.
“Lalu, kemana kau akan membawaku?” Tanya Elsya tak sabar.
“Menemui ‘ADP’. Bukankah kau penasaran dengannya?” Jawabnya santai.
“Apa? Kau gila? Bukankah kau mint-,” kalimatnya terpotong.
“Tidak! Dia yang memintaku menemuinya!” Potongnya tegas.
“Oke-oke. Dia meminta kau menemuinya. Lantas, kenapa kau mengajakku?” Tanyanya sarkastik.
“Kau tahu kan? Aku tak suka berduaan dengan laki-laki,” jawabnya beralasan.
Sahabatnya itu akhirnya bungkam. Mereka berdua berjalan menuju ke taman bersama-sama.
“Apa kau yang mengirimiku surat dengan menggunakan inisial ‘ADP’ itu?” Tanya Leyra begitu melihat lelaki duduk di kursi taman.
“Ya. Akulah ‘ADP’. Alvaro Desta Pradipta.” Jawab lelaki itu santai.
“Lantas, apa tujuanmu mengirimiku surat itu?” Tanyanya tajam.
“Kurasa kau sudah tahu, Ra. Apa kau tak membacanya?” Lelaki itu menatapnya bingung.
“Tidak. Dan aku memang sama sekali tak berminat membaca surat yang kau kirim!” Ucapnya sarkastik.
“Apa yang akan kau lakukan?” Bisik Elsya yang berada di belakangnya.
“Tenang saja. Aku tak akan menyakitimu atau pun lelaki itu. Tapi, menyakiti hatinya, mungkin saja,” jawabnya berbisik.
“Leyra…,” lelaki itu memanggilnya.
“Apa? Jika kau ingin bilang bahwa kau mencintaiku, lebih baik tak usah kau ucapkan. Karena aku tak butuh pernyataan cinta dari lelaki yang belum halal untukku,” ujarnya tetap santai.
Ia lalu berbalik meninggalkan Alvaro yang masih menganga mendengar ucapannya.
“Kau mau di sini terus?” Tanyanya pada Elsya yang masih mematung di tempat.
“E-eh, tidak. Aku ikut kau kembali ke kelas,” jawab Elsya sedikit gelagapan.
Ia terkekeh pelan melihat sahabatnya. Mereka berdua pun pergi meninggalkan Alvaro di taman.
“Ah! Aku melupakan sesuatu!” serunya begitu memasuki kelas.
“Apa lagi?” Tanya Elsya menatapnya sebal.
“Aku belum memberikan surat balasanku pada lelaki itu,” jawabnya pelan lalu melesat pergi meninggalkan Elsya yang mematung mendengar jawabannya.
Alvaro berjalan gontai menuju kelasnya. Harusnya ia tahu jika Leyra menolaknya. Harusnya ia sudah menyiapkan mental saat mengajak gadis itu bertemu. Menurut informan yang ia minta mencari informasi tentang gadis itu, Leyra adalah gadis keras kepala yang tak pernah mau berpacaran dengan siapapun. Bukan karena larangan orangtua, tapi karena gadis itu sendiri yang menginginkannya. Hebat. Ia salut dengan pendirian kuat gadis itu. Bahkan, banyak sekali yang menyatakan cinta pada gadis itu. Namun, hanya ditanggapi dengan cuek. Tak ada satu pun lelaki yang berhasil memacari gadis itu. Termasuk dirinya.
“Alvaro!!!” Panggil sebuah suara.
Ia berhenti. Ia hapal betul suara itu. Suara itu, suara gadis yang telah lama mengisi hatinya, Leyra. Ada apa gadis itu memanggilnya? Padahal, ia ditinggalkan begitu saja saat di taman tadi.
Ah! Ia harus terlihat kuat di depan gadis itu. Ia tak boleh terlihat lemah dan rapuh seperti ini. Ia berbalik sambil tersenyum manis. Yeah, hanya ini yang bisa ia lakukan saat ini. Ia memang sakit hati. Tapi, ia tak bisa membenci gadis ini.
“Ada apa, Ra?” Tanyanya saat gadis itu sampai di depannya.
“Balasan dari surat yang kau berikan untukku,” jawabnya datar, sambil menyodorkan amplop padanya.
Ia mengambil amplop itu, dan menatap gadis di depannya bingung. Namun, gadis di depannya ini tetap tak berubah ekspresi. Datar, dan tak terbaca.
“Jangan lupa dibaca. Aku pamit. Assalamualaikum,” suara itu menyadarkannya kembali.
Gadis itu berbalik pergi meninggalkannya.
“Waalaikum salam,” ia menjawab salam gadis itu pelan, lalu berjalan cepat menuju kelasnya. Tak sabar mengetahui isi surat balasan yang diberikan gadis itu untuknya.
Sampai di kelas, ia membuka amplop itu dengan terburu-buru. Lalu ia buka lipatan kertas, dan ia baca isinya.
“Jangan pernah katakan cinta padaku, sebelum kau halalkan aku dengan cintamu. So, don’t say love before married,” – Leyra Zahira Nada.
Begitulah isinya. Singkat, padat, dan jelas. Seperti menyadari sesuatu, ia tersenyum lebar, dan menyimpan surat itu ke dalam tas ranselnya.
“Tunggu aku, Leyra!” Lirihnya pelan dengan senyum manis terukir di bibirnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar