sambutan

Selamat datang di BLOGSPOT saya M NURDIN semoga semua artikel saya bermanfaat bagi para pembaca dan memberikan inspirasi yang positif dan jika ada yang negatif tolong kirim saran pada twiter yang tercantum di sebelah kanan

Minggu, 13 November 2016

Masa SD Rejosari 2 & SD Teluk Kepayang




Masa SD Rejosari 2 & SD Teluk Kepayang



Sebelum saya memasuki saat belajar ayah saya pindah ke perkampungan dekat sekolahan sekaligus dekat dengan rumah kakak kandung perempuan saya yang sudah menikah, dan disitu ayah saya ngekos disuatu kontrakan yang lumayan besar.

                  Saat itu hari pertama saya sekolah, saya berangkat dengan kakak saya yang sudah kelas 4 dan saya baru kelas 1, di hari pertama saya masih merasakan canggung karena belum kenal siapapun, dan di saat perkenalan saya di tertawakan karena asal-usul saya yang lucu, memiliki tempat kelahiran yang jauh dan tidak tau bahasanya, apa lagi sudah tidak tau bahasanya bahasa yang saya bisa bahasa jawa.
                  Dan bahkan saat saya pulang sekolah saya menangis karena kakak saya tidak mau mengantarkan saya pulang, karena saat pulang kakak saya tidak mau mengantar pulang maka saya beranikan diri untuk pulang sendiri tanpa ada teman satupun karena semua teman saya di jemput orang tuanya masing-masing, saya berjalan ke gerbang depan sekolah lalu saya belok kekiri, lalu saya mengikuti jalan itu dan terus berjalan mengikuti kaki saya melangkah tanpa tujuan, sampai saya bertemu dengan seseorang yang sangat saya kenal yaitu kakak perempuanku
Mbak        : “ arep nengendi din ( mau kemana din ) “
Nurdin      : “ arep muleh ga’ ngerti dalane muleh ( mau pulang tidak tau jalan pulang )”  “sambil meneteskan air mata”
Mbak        : “ lo iki wes adoh teko ngomahe mama’, iki wes gene mbak ( o ini sudah jauh dari rumahnya mama’, ini sudah tempat kakak ) ”
Saya          : “........” ( menangis sejadinya karena takut kalau gak bisa pulang nanti ibu kawatir )
Mbak        : “ ngko mba’ seng ngeterne muleh ( nanti kakak yang mengantarmu pulang ) “
Saya          : “ seng tenan, ojo ngapusi yo ( yang bener, jangan bohongin ya ) “
Mbak        : “ iyo, tapi saiki mangan se’ yo, urong mangan to ( iya, tapi sekarang makan dulu ya, belum makan  kan ) “
Saya          : “ enggeh, oh iyo mashim ndi, kok ra keto’ ( iya, oh iya mashim ( nama suaminya abdur rahim jadi karena kakak jadi dipanggil mashim ) mana, kok tidak kelihatan ) “
Mbak        : “ lage’ ngeterke banyu nggene pakde kadri. Yo wes ki pangan dise’, tapi laohe mor ndok ambe’ mi to’ ( lagi nganterin air ke paman kadri. Ya udah ini makan dulu, tapi lauknya cuman ada telur sama mie aja )”
Saya          : “ iyo rapopo, seng penteng enek lawuhe ( aya gak papa, yang penting ada lauknya )“
                  Setelah selesai makan saya lalu diantar pulang kerumah, setelah saya tiba di rumah, saya melihat ibu saya menangis karena saya pulang terlambat, lalu setelah itu saya di peluk oleh ibu saya, dan disaat itulah pelukan hangat yang aku rasakan yang kesekian kalinya dengan penuh kasih sayang, dan mulai saat itu sampai saya kelas 1 semester 2 saya selalu pulang bersama kakak saya, setelah semester 2 saya mulai berani berangkat sendiri karena saya sudah hapal jalannya.
                  Ketika itu saya mulai akrab dengan seorang laki-laki yang bernama Ipan ( anak kepala sekolah dansekaligus teman yang membawa saya kejalan yang salah ), Dedik keluarga jauh saya, dan Andik adik teman kakak saya, dan kami mulai petemanan karena saling mengenal selama 6 bulan, dan mulai saat itu saya mulai nakal dan mulai sering pulang terlambat karena sebelum pulang saya nermain di sebelah sekolahan, disana saya bermain tidak hanya dengan 3 teman saya tapi juga dengan 3 teman perempuan kami yaitu :
Ø  Linda orangnya cantik dan baik dia adalah ( sepupu saya, tapi kedua orang tuanya tidak menganggap kalau ayah saya dan ayahnya adalah keluarga).
Ø  Lina ( anak rw seberang, tapi tetap satu desa ).
Ø  Yanti orangnya paling kecil di antara mereka bertiga tapi dia paling mudah di ajak bercanda dan tomboy juga orangnya.
                  Setelah cape’ bermain lalu kami pulang bersama kecuali yanti dan andik, mereka pulang kearah kanan sedangkan kami pulang ke arah kiri, kami pulang sambil bersenda gurau sepanjang jalan, tak terasa aku harus bepisah dengan mereka karena rumah saya yang paling dekat dengan sekolahan sekitar 1 km dari rumah, lalu kami mengucapkan salam perpisahan seperti yang di ajarkan oleh ibu guru di sekolahan.
                  Setelah tiba dirumah saya makan dan belajar sekitar 15 menit lalu berangkat bermain kerumah bibi saya yang bertetanggaan dengan saya, bibi saya punya anak namanya Annur dia sekolah kelas 3 SD, karena bosan nonton tv saya akhirnya berangkat kerumah teman saya seorang wanita yang bernama Herliana tapi disaat itu ia masih TK nol besar, anak pemilik kontrakan yang kami tempati. Saat aku kerumahnya dia sedang makan, dan aku mau pulang ternyata ia melihatku dan memanggilku.
Liana         : “ masden rene konconi aku mangan ( kak nurdin, sini temani aku makan ) “
Saya          : “ moh’ah engko ngeganggu koe mangan, ra enak ambe’ mama’mu ( nga’ah nanti ganggu kamu makan, gak enak sama ibumu ) ”
Liana         : “ mama’ku lage’ neng pasar dadi aku dewean, dadai kene konconi aku mangan ( mama aku lagi ke pasar jadi aku sendirian, jadi sini temenin aku makan ) “ ( merengek )
Saya          : “ iyo ojo nanges to, koyo’ are’ cili’ ae ( iya, jangan nangis ah, kaya anak kecil aja ) “
Liana         : “ lo liana emang je’ cili’ to ( liana kan memang masih kecil kan ) “
                  Selesai makan kami main berdua di dalam rumahnya, setelah beberapa saat pulanglah ibunya Liana, membawa belanjaan untuk acara selamatan untuk mobil baru keluarganya.
Ibu liana    : “ e norden, kapan teko ( eh nurdin, kapan datang ???? ) “
Saya                : “ baru aja bu’ “
Ibu liana    : “ tolong bilang sama ibumu’mu, bilang di panggil sama mamanya liana “
Saya                : “ baik bu’ “
Liana               : “ kak nurdin liana ikut “
Saya                : “ ok, ayo “
                  Lalu saya pulang kerumah untuk bilang sama ibu kalau ada undangan dari mamanya liana, tapi setelah aku sampai di rumah ternyata mama’ gak ada, lalu coba saya cari ke rumah bibi’ kata bibi juga gak ada,  lalu saya coba tanya sama tetangga saya yang sebelah rumah saya, tapi ternyata jawabannya tetap sama tidak tau.
                  Karena kemana-mana gak ketemu maka akhirnya saya diam dirumah dan berpikir mama’ kemanaya, lalu saat saya masuk kedalam rumah ternyata ada tulisan di pintu isinya yaitu
“nurdin jaga rumah dulu ya untuk sementara waktu, mamak mau kepasar dulu sama maspek jadi jangan nangis, seorang laki-laki itu kuat, nanti kalau ada mamanya liana bilangin kalau mama mau kepasar dulu sebentar “
                  Dari jam 15.00 sampai jam 18.00 mama juga belum pulang, mamang tidak mungkin bisa sampai pasar dan pulang lagi jalan kaki dalam waktu 2 jam, karena jalan yang dilalui sampai 20-25 KM, hari sudah mulai gelap dan bapak juga belum pulang, tinggallah aku sendiri di rumah dan tanpa sadar air mataku menetes karena hati ini bercampur antara sedih dan takut, dan pada pukul 18.30 ibu saya pulang dengan membawa belanjaan yang banyak, setelah sampai mama saya langsung masuk dan menaruh belanjaan pada tempatnya, lalu tak berseling terlalu lama ayah saya datang membawa makanan ubi kesukaan saya yaitu bengkoang.
                  Setelah itu ayah saya langsung mandi dan sembahyang berjama’ah setelah sembahyang ibu saya masak dan saat setelah sembahyang, perut saya lapar saat saya ingin pergi kedapur untuk membantu ibu saya, saya mencium aroma khas masakan ibu saya yaitu sayur daun singkong dengan kuah santan dan itu adalah makanan kesukaan saya.
                  Setelah makan saya lalu belajar dan mengerjakan pr, lalu ketika datang waktu isya saya’ lalu sembahyang  isya’ berjamaah, lalu ikut ibu saya ke tempat rumah liana, saat saya datang liana sedang mengerjakan pr menggambar dan saya diminta ibunya untuk melajari liana menggambar, ketika saya kecil dulu saya pintar menggambar, kata orang dan guru saya gambaran saya terlihat hidup, tapi di suatu saat saya menggambar lalu saya mendapat pujian dari guru, dan mulai saat itu saya di jauhi teman-teman saya, karena itu saya tidak lagi menggambar sampai saat ini, saya tidak mau kehilangan teman-teman yang saya cintai karena hanya menggambar.
                  Karena saya tidak sering menggambar saya jadi kurang lancar lagi mencorat-coret pada selembar kertas, jadi kami sama-sama belajar malam itu dan tak terasa sudah larut malam dan liana disuruh tidur, dan saya pulang kerumah, ketika saya sampai dirumah saya tidak melihat ayah dan kakak saya dirumah, lalu saya ke tempat pakde kadri untuk mencari ayah dan kakak saya.
                  Setelah sampai kakak dan bapak saya gak ada juga, jadi saya mulai ketakutan untuk pulang karena pada saat itu rumah saya gelap gulita, tapi karena saya seorang laki-laki saya coba untuk memberanikan diri untuk pulang, dan ketika saya sampai dirumah di dalam sudah tidak gelap lagi, tapi saya heran karena tadi di rumah gak ada orang, tapi saya beranikan diri untuk masuk, jadi saya masuk dan mengucap salam, ternyata di dalam bukan maspek dan bapak saya melainkan mbak dayah dan suaminya.
Mbak        : “ mama’ endi den ( ibu mana den ) “
Saya          : “ mama’ nggene liana ( ibu di rumah liana ) “
Mbak        : “ nyapo neng kono ( ngapain di situ ) ”
Saya          : “ ngonconi mama’e liana masa’ gae slametan siso’ ( nemenin ibunya liana masak buat slametan besok ) “
Mbak        : “ bapa’ ambe’ maspek nengendi ( bapak sama maspek di mana ) “
Saya          : “ mboten ngertos kulo, pas kene balek ko nggene liana wes ora ene’ nengomah wonge ( tidak tau saya, ketia saya pulang dari rumah liana sudah ngak ada orang ) “
Mbak        : “ yowes lek ngono, mbak dayah tak muleh dise’, iki mau enek slametan neng nggene mbah surep, la iki ene’ kiriman panganan ( ya udah kalau gitu, mbak dayah mau pulang dulu, ini tadi ada slametan di tempat kakek surep, na ini ada kiriman jajanan ) “
Saya          : “ ye ene’ panganan ( ye ada jajanan ) “
Mbak        : “ engko  omongne mama’ siso’ jere mbak dayah kongkon rono, ma’e ani’ arep ene’ hajatan, la mama’ diundang ( nanti bilangin mama’ besok kata mbak dayah di suruh kesana, ibunya ani mau ada hajatan, na mama’ di undang ) “
Saya          : “ yo ( iya ) “
                  Setelah mbak dayah pulang saya tutup pintu lalu makan jajanannya, karena kekenyangan saya ngantuk lalu tidur dan saat saya bangun saya sudah ada di kamar tidur bersama maspek dan bapak, pada saat itu jam 04.30 saya bangunkan bapak saya untuk sembahyang subuh berjamah, lalu saya bangunkan ibu saya yang ternyata sudah ada di dapur sedang masak.
                  Setelah sembahyang subuh saya memberitahukan pesan yang di amanahkan kepada saya untuk di beritahukan kepada ibu saya, setelah itu saya mandi lalu makan dan siap-siap mau ikut mama’ ke tempat mbak dayah, setelah dari mbak dayah saya kerumah temen saya, dan disitulah awal kenakalan saya yang mengenal rokok dan rasanya merokok.
                  Tak terasa waktu berjalan begitu cepat tak terasa kini saya telah kelas 2 sd, semakin besar badan saya dan semakin nakal pulalah saya, dan ketika pulang sekolah setiap hari pasti kami sempatkan waktu walaupun sedikit kami merokok entah itu di belakang sekolah atau di belakang bengkel depan sekolah atau diatas pohon jambu air pinggir jalan depan sekolahan.
                  Bahkan jika ada waktu saya sering jalan-jalan ke lapangan sepak bolahanya untuk merokok dengan semua teman-temanku, maka kami berempat mulai menyusun rencana yang kami rencanakan saat di sekolah, yaitu satu berjaga dan yang lain naik pohon rambutan, lalu ipan mengeluarkan rokok yang di bawanya dari rumah, ipan sangat mudah membawa rokok karena orang tuanya memiliki warung.
                  Jadi dia tak perlu mengeluarkan uang untuk membelinya, setelah kami sudah mencapai tangkai tertinggi maka yang seorang menyusul untuk memanjat, sesampainya diatas semua maka kami mulai menyulut satu persatu hingga tak terasa 3 bungkus rokok kami habiskan dalam waktu satu jam, begitulah yang kami kerjakan ketika ada waktu kosong sesudah waktu pulang sekolah, sampai saat kami mulai ketagihan kami bahkan sampai di dalam kelas tetapi saat kelas dalam keadaan kosong atau saat hari olahraga.
                  Karena saat olahraga ruangan yang di belakang sekolah di buka, karena terkenal angker maka ruangan itu sering tidak digunakan, bahkan tak pernah digunakan kecuali ada guru yang membimbing entah itu guru olahraga atau wali kelas, tapi karena terpaksa kami masu juga karena tidak ada lagi ruang kosong yang sepi.
                  Tak terasa waktu telah berlalu begitu cepat, hingga takdir harus memisahkan kami semua di saat semua yang kuinginkan terwujud,di saat persahabatan kami mulai erat bagaikan kami ini adalah saudra kembar yang tak terpisahkan, karena selalu bersama-sama kemanapun kami pergi dan itupun selalu membawa entah itu sebungkus hanya 5 batang, tetapi setiap kami berangkat kami tidak pernah membawa 5 atau 6 batang, pasti kalau tidak sebungkus atau dua bungkus bahkan kami pernah bawa 6 bungkus, tetapi semua sama tak terasa semuanya habis.
                  Dan kenangan itu akan selamanya saya kenang, karena di saat itu saat pertama kalinya aku rasakan kasih sayang yang begitu erat, serasa kami ini seperti keluarga yang begitu erat dan tak mau di pisahkan, tapi apa dayaku saya tak mampu menolak tetapi saya hanya mampu menerima semua ini walaupun saya saat itu merasa terluka karena itu, tak terasa hari itu datang maka mereka semua datang untuk memberikan salam perpisahan
                  Di sana saya sempat berpikir darimana mereka tau kalau saya pada hari itu akan pergi untuk waktu yang entah kapan kami di pertemukan lagi untuk dapat kembali menjalin persahabatan seperti dulu, maka disanalah pertama kalinya saya menangis karena perpisahan yang terjadi pada persahabatan kami yang terpisah karena takdir,tapi semua telah terjadi danapa artinya sebuah penyesalan yang menyesali masa lalu.
                  Dan saat ketika saya naik kekelas tiga saya dan keluarga saya pindah ke teluk kepayang, itu semua karena kerja di daerah rejosari itu lumayan sulit karena itulah ayah saya pindah, saberpindah dari daerah orang jawa ke banjar jadi membuat kami kesulitan berkomunikasi dengan warga di sana, kami berangkat dari rejosari ke teluk kepayang menggunakan mobil pengangkut barang milik keluarga ayah saya yang ada di sana, saat semua barang telah masuk dalam mobil tersebut, maka dipasanglah terpal dari sebelah kiri ke sebelah kanan agar apabila nanti hujan barang-barangnya tidak basah.
                  Sekitar pukul 10.30 kami berangkat, dan disanalah aku melihat air mata yang keluar dari mata-mata orang yang kami tinggalkan, apalagi dengan sahabat saya mereka menangis tersedu-sedu, bahkan ada dua yang mengejar hanya untuk memberikan sebuah kenangan yang berupa sebuah pas foto saat kami sedang mandi di sungai dekat rumah ipan, sekitar 30 menit kami melaju dengan kecepatan yang lumayan cepat, maka kami sampailah di suatu jalan yang sangat angker yang kata orang banyak muncul penampakan, yang muncul tanpa kenal waktu entah itu siang atau malam dan yang membuat tempat itu serasa semakin angker adalah karena terlalu lebat daun  berbeda dengan daerah sekitarnya.
                  Saat kami memasuki areal tersebut alam serasa mendung karena jalan tertutup oleh tangkai pohon karet yang sangat lebat, entah kenapa perut ini mulai terasa mules dan saat itu yang merasakan bukan hanya saya tapi maspek, sang supir, ayah saya dan juga saipul ( anak supir yang mengantar kami ) juga merasakan hal aneh tersebut, dari ingin buang air besar, buang air besar, bahkan sampai ingin muntah, dan terpaksa saat itu kami harus berhenti dengan berat hati.
                  Saat saya telah selesai buang air besar dan kecil saya kembali ke mobil dan menanyakan sejarah tentang jalan ini kepada ibuku, lalu ibuku menceritakan mulai dari awal samapai akhir.
Saya          : “ mas, nyapo ko’ neng kene angker ??? ( ibu, kenapa di sini kaya’ angker ??? ) 
maspek      : “ rong taon mbien enek seng gantong awa’e neng wet karet kene ( dua tahun yang lalu ada yang gantung diri di pohon karet sini ) “
Saya          : “ nyapo de’e gantong awa’e neng kene ( kenapa dia gantung diri di sini )”
maspek      : “ jere wong kene de’e iki are’ wedo’ seng putus asa gara-garane meteng tapi urong nikah, karo jere wong kene akeh seng kecelakaan neng kene, sampe’ enek seng kecelakaan ki wong loro nabra’ mobel, tapi seng ketemu mayate mor sito’ padahal wes digole’i mayate neng sekelileng kene tetep ra ketemu ( kata orang sini dia itu anak perempuan yang putus asa gara-garanya hamil di luar nikah, dan kata orang sini banyak yang kecelakaan di sini, sampai ada yang kecelakaan itu dua orang menabrak mobil, tapi yang ketemu mayatnya cuman satu padahal sudah dicari mayatnya di sekeliling sini tetap tidak ketemu )”
saya           : “ pantesan angkere neng kene ( pantas angkernya di sini )”
ibuku         : “ mangkane ojo pernah pacaran ambe’ ojo nyeter montor le’ nganto’ ( mangkanya jangan pernah pacaran sama jangan mengendarai sepeda motor kalau mengantuk )”
                  Setelah semua selesai dan semua yang pergi berkumpul maka kami melanjutkan perjalanan kami, dan akhirnya kami memasuki lahan yang lebih menyeramkan yaitu lahan sawit yang di sisi jalannya terdapat pekuburan tua, yang kata orang apabila telah malam hari sering terlihat penampakan orang minta pertolongan, dan jeritan-jeritan aneh.
Dan saat itu aku merasakan ada yang aneh yaitu mata saya terasa berat sekali walaupun saya telah menghabiskan 2 gelas kopi pahit rasanya semua sia-sia, dan saya akhirnya menyerah pada rasa kantuk saya dan tertidur, saat saya bangun saya sadar kalau saya telah jauh meninggalkan tempat tersebut dantelah memasuki daerah teluk kepayang.
                  Setelah melawati jalan yang berliku-liku dan telah melewati danau maka kami telah dekat dengan tujuan kami yaitu rumah kami, setelah sampai kami mulai menurunkan barang-barang yang di bawa dan membersihkan rumah yang menurut tetangga telah kosong selama 5 tahun, setelah membersihkan ibuku lalu memasak mie yang telah di bawa dari sana dan makan bersama dengan supir yang mengantar kami dan lalu pulang karena ada urusan yang lain pulang.
                  Tak terasa waktu telah berjalan 2 bulan dan saatnya saya memasuki dunia pendidikan, walau saya belum kenal sama sekali tentang daerah yang saya tempati ini namun saya berpendirian bahwa “ di tempat yang baru maka saya akan mendapatkan pengalaman yang baru dan mendapatkan teman yang baru.
                  Di saat hari pertama saya sekolah saya hanya menyendiri karena tak mengerti bahasa mereka, bahkan suatu ketika saya tidak mengerti dengan sebuah tulisan di papan tulis lalu sayapun bertanya.
Saya          : “ bu’ iki woconane opo ( bu’ ini bacaannya apa ) “
Ibu            : “ apa din nang ikam takunakan tadi (apa din yang kamu tanyakan tadi ) “
                  Itu semua terulang sampai tiga kali, akhirnya semua anak tertawa terbahak-bahak karena ulah saya dan guru saya, mulai saat itu aku mulai mempunyai teman yang akrab denganku yang bernama Dian, tapi itu tak berlangsung lama karena ia keluar setelah semua berlangsung 6 bulan, karena dia keluar karena malas sekolah, jadi akhirnya sampai saya mampu mempelajari bahasa banjar, setelah 3 bulan saya mulai lancar berbahasa banjar mulai saat itu saya dekat dan mulai main bareng mereka.
                  Pertama saya dekat dengan Karmidin, Mahes Sandi, Rani Selvianita anak sunda tapi pintar bahasa banjar, dan Gilang Rumana Pauji, dan disaat saya kelas 5 sd dian kembali masuk dan menjadi teman karibku sampai kelas 1 smk, hari-hari yang kulewati dengannya begitu bahagia karena orangnya mudah diajak bercanda,tapi dia lebih tua dari saya bahkan lebih tua dari kakak saya.
                  Dan perkenalan pertama menghasilkan kenangan yang tidak terlupakan karena semua yang kami katakan nyambung satu sama lain, tapi kami memakai bahasa daerah masing-masing saya memakai bahasa jawa, karmidin sunda dan dian banjar, yang mendengar semua tertawa dan bahagia karena kami bertiga.
Karmidin  : “ eta naon din nu di luhur tihang bendera ( itu apa din yang di atas tiang bendera ) “
Saya                : “ oo kae to mano’ gerejo, tapi le’ jereku, mboh lek jere dian ( oh itu ya burung gereja, tapi itu kataku, tau kalau kata dian ) “
Dian                : “ burung nang bahinggap ka tihang itu’, itutu burung gareja, amun ja ikam pang apa karmidin ( burung yang bertengger ke tiang itu, itu burung gereja, kalau kata kamu apa karmidin ) “
Karmidin  : “ burung greja, eh nurdin maneh kamari timana’ ? ( burung gereja, eh nurdin kamu kemaren dari mana ? ) “
Dian                : “ hi’ih pina mambawa karung hibak, asinya napa garang ( iya kok membawa karung penuh, isinya apaan sih ) “
Saya                : “ oh seng deingi kae to, kae aku nggowo klopo seng tue’ ambe’ degan teko nggene mbahku, la kue arep nengendi karmidin (oh yang kemarin itu ya, atu aku membawa kelapa yang tua sama yang muda dari tempatnya kakekku, kalau kamu mau kemana karmidin ) “
Karmidin  : “ arek ka kabun ( mau ke kebun ) “
Dian                : “ ikam bahuma apa haja ( kamu berkebun apa aja ) “
Karmidin  : “ loba we’ aya’ kacang tanah, padi, kacang panjang, jeng jagung ( banyak haja, ada kacang tanah, padi, kacang panjang, sama jagung ) “
Saya                : “ wes tue’ urong jagunge, le’ uwes aku tak tuku lah gae panganan ngemel le’ lage’ nyante ( sudah tua belum jagungnya, kalau sudah aku mau beli ya buat makanan cemilan kalau lagi santai ) “
Dian                : “ hi’ih lah, kaya apa kaena amun udah tuha’ bakumpulan kita malam, mamanggang jagung kita’ ( iya ya, gimana nanti kalau sudah tua berkumpulan kita malam, manggang jagung kita ) “
Karmidin  : “ he’eh nya’, engke’ urang bejaken jeng umi abi urang lamun jagungna ngges asak, sisaken ulah dijual kabeh ( iya ya, nanti saya bilangin sama mama ayahku lamun jagungnya sudah masak, sisakan jangan di jual semua ) “
Saya                : “ le’ ngono kumpulane piro, ambe’ nengendi manggange ( kalau gitu kumpunnya berapa, sama dimana manggangnya ) “
Karmidin  : “ 5000 we’, engke’ lamun kurang urang we’ nu nambahken, jeng engke asakan nana’ di imah urang, engke lamun kurang jeng abi urang ditambahken ( 5000 aja, nanti kalau kurang saya aja yang nambahin, dan nanti masakannya dirumahku, nanti kalau masih kurang sama ayahku di tambahin ) ”
                  Tak terasa jam menunjukkan pukul 12.30 itu artinya waktunya pulang sekolah, ya benar dugaan kami kalau akan ada lonceng yang dibunyikan 6 kali, setelah kami merapikan bangku dan kursi yang kami singkirkan ke pinggir kelas, kami mengambil tas masing-masing lalu keluar kelas dan pergi menuju gerbang lalu kami berpisah, sebelum berpisah kami masih mebicarakan acara masak jagung dan setelah semuanya sudah sepakat maka kami pun pulang ke rumah masing-masing.
                  Sesampainya di rumah saya sudah di sambut oleh ibu saya dengan membawa sebuah piring yang berisi nanas yang sudah dikupas, setelah makan nanas lalu saya mandi dan sembahyang zuhur lalu saya di ajak ibu saya menggembala sapi, itulah keseharian saya jika setelah pulang sekolah sampai datang waktu ashar.
                  Saya di saat itu memiliki 1 ekor sapi tetapi sapi yang saya urus ada 5 ekor, jadi 4 ekor punya orang dan satu punya saya dan itu semua berkat kesabaran mengurus punya orang tersebut, di situ kami yang mengurus punya orang dan kami akan dapat hasil jika induknya melahirkan, peraturannya adalah jika anak pertama maka punya orang jika anak ke 2 punya saya dan begitulah seterusnya yang akhirnya saya memiliki 2 ekor sapi.
                  Jadi tubuhku yang dulunya putih bersih kalo sekarang sudah hitam jelek lagi, tapi semua kuanggap hanya tantangan yang harus kuhadapi karena semua memiliki kelebihannya masing, tinggal kita menggali kelebihan kita ada dimana dan jangan terpuruk oleh setiap kekurangan yang kita miliki, tapi terkadang kita menghadapi suatu masalah yang membuat kita terkurung.
                  Dan itu saya rasakan ketika saya menginjak kelas 5 SD yang saat itu ayah dan ibu saya pergi ke tempat kakak saya untuk membantu kakak saya menanam padi, sampai memanen itu artinya kurang lebih 5 bulan, selama itu saya tinggal dengan kakak saya yang saat itu telah kelas 1 tsanawiyah, setiap hari kami sebelum sekolah, kami selalu membagi tugas untuk menyelesaikan tugas agar cepat selesai, tetapi kami jalani semua dengan sabar walau banyak rasa inginkan sesuatu yang lebih pada saat itu.
                  `Tak terasa semua telah berlalu dan semua akhirnya berkumpul kembali, setelah saat itu baru aku rasakan bagaimana rasanya pisah dan jauh dari orang tua, dan aku berjanji tak kan buat ibuku menangis sampai akhir hayatnya nanti.
            Tak terasa ujian kelulusan di hari ini, tetapi karena sekolahan kami terpencil maka kami ujian di sekolahan orang, saat kami tiba di sana terasa aneh kami adalah rombongan paling sedikit, kami hanya ada 5 orang ( Muhamad Nurdin, Kamidin, Rani Selvianita, Gilang Rumana Fauji, Dian Hariadi ), sedangkan yang lain ada yang mecapai 45 orang dan paling sedikit 15 0rang, dan saya lulus SD tahun ajaran 2009-2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar