Masa SD Rejosari 2 & SD Teluk Kepayang
Sebelum
saya memasuki saat belajar ayah saya pindah ke perkampungan dekat sekolahan
sekaligus dekat dengan rumah kakak kandung perempuan saya yang sudah menikah,
dan disitu ayah saya ngekos disuatu kontrakan yang lumayan besar.
Saat itu hari pertama saya
sekolah, saya berangkat dengan kakak saya yang sudah kelas 4 dan saya baru
kelas 1, di hari pertama saya masih merasakan canggung karena belum kenal
siapapun, dan di saat perkenalan saya di tertawakan karena asal-usul saya yang
lucu, memiliki tempat kelahiran yang jauh dan tidak tau bahasanya, apa lagi
sudah tidak tau bahasanya bahasa yang saya bisa bahasa jawa.
Dan bahkan saat saya pulang
sekolah saya menangis karena kakak saya tidak mau mengantarkan saya pulang,
karena saat pulang kakak saya tidak mau mengantar pulang maka saya beranikan
diri untuk pulang sendiri tanpa ada teman satupun karena semua teman saya di jemput
orang tuanya masing-masing, saya berjalan ke gerbang depan sekolah lalu saya belok
kekiri, lalu saya mengikuti jalan itu dan terus berjalan mengikuti kaki saya melangkah
tanpa tujuan, sampai saya bertemu dengan seseorang yang sangat saya kenal yaitu
kakak perempuanku
Mbak : “ arep nengendi din ( mau kemana din )
“
Nurdin : “ arep muleh ga’ ngerti dalane muleh (
mau pulang tidak tau jalan pulang )”
“sambil meneteskan air mata”
Mbak : “ lo iki wes adoh teko ngomahe mama’,
iki wes gene mbak ( o ini sudah jauh dari rumahnya mama’, ini sudah tempat
kakak ) ”
Saya : “........” ( menangis sejadinya
karena takut kalau gak bisa pulang nanti ibu kawatir )
Mbak : “ ngko mba’ seng ngeterne muleh (
nanti kakak yang mengantarmu pulang ) “
Saya : “ seng tenan, ojo ngapusi yo ( yang
bener, jangan bohongin ya ) “
Mbak : “ iyo, tapi saiki mangan se’ yo, urong
mangan to ( iya, tapi sekarang makan dulu ya, belum makan kan ) “
Saya : “ enggeh, oh iyo mashim ndi, kok ra
keto’ ( iya, oh iya mashim ( nama suaminya abdur rahim jadi karena kakak jadi
dipanggil mashim ) mana, kok tidak kelihatan ) “
Mbak : “ lage’ ngeterke banyu nggene pakde
kadri. Yo wes ki pangan dise’, tapi laohe mor ndok ambe’ mi to’ ( lagi
nganterin air ke paman kadri. Ya udah ini makan dulu, tapi lauknya cuman ada
telur sama mie aja )”
Saya : “ iyo rapopo, seng penteng enek
lawuhe ( aya gak papa, yang penting ada lauknya )“
Setelah selesai makan saya
lalu diantar pulang kerumah, setelah saya tiba di rumah, saya melihat ibu saya
menangis karena saya pulang terlambat, lalu setelah itu saya di peluk oleh ibu
saya, dan disaat itulah pelukan hangat yang aku rasakan yang kesekian kalinya
dengan penuh kasih sayang, dan mulai saat itu sampai saya kelas 1 semester 2
saya selalu pulang bersama kakak saya, setelah semester 2 saya mulai berani
berangkat sendiri karena saya sudah hapal jalannya.
Ketika itu saya mulai akrab
dengan seorang laki-laki yang bernama Ipan
( anak kepala sekolah dansekaligus teman yang membawa saya kejalan yang
salah ), Dedik keluarga jauh
saya, dan Andik adik teman
kakak saya, dan kami mulai petemanan karena saling mengenal selama 6 bulan, dan
mulai saat itu saya mulai nakal dan mulai sering pulang terlambat karena
sebelum pulang saya nermain di sebelah sekolahan, disana saya bermain tidak
hanya dengan 3 teman saya tapi juga dengan 3 teman perempuan kami yaitu :
Ø Linda
orangnya cantik dan baik dia adalah ( sepupu saya, tapi kedua orang tuanya
tidak menganggap kalau ayah saya dan ayahnya adalah keluarga).
Ø Lina
( anak rw seberang, tapi tetap satu desa ).
Ø Yanti
orangnya paling kecil di antara mereka bertiga tapi dia paling mudah di ajak
bercanda dan tomboy juga orangnya.
Setelah cape’ bermain lalu
kami pulang bersama kecuali yanti dan andik, mereka pulang kearah kanan
sedangkan kami pulang ke arah kiri, kami pulang sambil bersenda gurau sepanjang
jalan, tak terasa aku harus bepisah dengan mereka karena rumah saya yang paling
dekat dengan sekolahan sekitar 1 km dari rumah, lalu kami mengucapkan salam
perpisahan seperti yang di ajarkan oleh ibu guru di sekolahan.
Setelah tiba dirumah saya
makan dan belajar sekitar 15 menit lalu berangkat bermain kerumah bibi saya
yang bertetanggaan dengan saya, bibi saya punya anak namanya Annur dia sekolah kelas 3 SD,
karena bosan nonton tv saya akhirnya berangkat kerumah teman saya seorang
wanita yang bernama Herliana
tapi disaat itu ia masih TK nol besar, anak pemilik kontrakan yang kami
tempati. Saat aku kerumahnya dia sedang makan, dan aku mau pulang ternyata ia
melihatku dan memanggilku.
Liana : “ masden rene konconi aku mangan (
kak nurdin, sini temani aku makan ) “
Saya : “ moh’ah engko ngeganggu koe mangan,
ra enak ambe’ mama’mu ( nga’ah nanti ganggu kamu makan, gak enak sama ibumu ) ”
Liana : “ mama’ku lage’ neng pasar dadi aku
dewean, dadai kene konconi aku mangan ( mama aku lagi ke pasar jadi aku
sendirian, jadi sini temenin aku makan ) “ ( merengek )
Saya : “ iyo ojo nanges to, koyo’ are’
cili’ ae ( iya, jangan nangis ah, kaya anak kecil aja ) “
Liana : “ lo liana emang je’ cili’ to ( liana
kan memang masih kecil kan ) “
Selesai makan kami main berdua
di dalam rumahnya, setelah beberapa saat pulanglah ibunya Liana, membawa
belanjaan untuk acara selamatan untuk mobil baru keluarganya.
Ibu
liana : “ e norden, kapan teko ( eh
nurdin, kapan datang ???? ) “
Saya : “ baru aja bu’ “
Ibu
liana : “ tolong bilang sama ibumu’mu,
bilang di panggil sama mamanya liana “
Saya : “ baik bu’ “
Liana : “ kak nurdin liana ikut “
Saya : “ ok, ayo “
Lalu saya pulang kerumah untuk
bilang sama ibu kalau ada undangan dari mamanya liana, tapi setelah aku sampai
di rumah ternyata mama’ gak ada, lalu coba saya cari ke rumah bibi’ kata bibi
juga gak ada, lalu saya coba tanya sama
tetangga saya yang sebelah rumah saya, tapi ternyata jawabannya tetap sama tidak
tau.
Karena kemana-mana gak ketemu
maka akhirnya saya diam dirumah dan berpikir mama’ kemanaya, lalu saat saya
masuk kedalam rumah ternyata ada tulisan di pintu isinya yaitu
“nurdin
jaga rumah dulu ya untuk sementara waktu, mamak mau kepasar dulu sama maspek
jadi jangan nangis, seorang laki-laki itu kuat, nanti kalau ada mamanya liana
bilangin kalau mama mau kepasar dulu sebentar “
Dari jam 15.00 sampai jam
18.00 mama juga belum pulang, mamang tidak mungkin bisa sampai pasar dan pulang
lagi jalan kaki dalam waktu 2 jam, karena jalan yang dilalui sampai 20-25 KM,
hari sudah mulai gelap dan bapak juga belum pulang, tinggallah aku sendiri di
rumah dan tanpa sadar air mataku menetes karena hati ini bercampur antara sedih
dan takut, dan pada pukul 18.30 ibu saya pulang dengan membawa belanjaan yang
banyak, setelah sampai mama saya langsung masuk dan menaruh belanjaan pada
tempatnya, lalu tak berseling terlalu lama ayah saya datang membawa makanan ubi
kesukaan saya yaitu bengkoang.
Setelah itu ayah saya langsung
mandi dan sembahyang berjama’ah setelah sembahyang ibu saya masak dan saat
setelah sembahyang, perut saya lapar saat saya ingin pergi kedapur untuk
membantu ibu saya, saya mencium aroma khas masakan ibu saya yaitu sayur daun
singkong dengan kuah santan dan itu adalah makanan kesukaan saya.
Setelah makan saya lalu
belajar dan mengerjakan pr, lalu ketika datang waktu isya saya’ lalu
sembahyang isya’ berjamaah, lalu ikut
ibu saya ke tempat rumah liana, saat saya datang liana sedang mengerjakan pr
menggambar dan saya diminta ibunya untuk melajari liana menggambar, ketika saya
kecil dulu saya pintar menggambar, kata orang dan guru saya gambaran saya
terlihat hidup, tapi di suatu saat saya menggambar lalu saya mendapat pujian
dari guru, dan mulai saat itu saya di jauhi teman-teman saya, karena itu saya
tidak lagi menggambar sampai saat ini, saya tidak mau kehilangan teman-teman
yang saya cintai karena hanya menggambar.
Karena saya tidak sering
menggambar saya jadi kurang lancar lagi mencorat-coret pada selembar kertas,
jadi kami sama-sama belajar malam itu dan tak terasa sudah larut malam dan
liana disuruh tidur, dan saya pulang kerumah, ketika saya sampai dirumah saya
tidak melihat ayah dan kakak saya dirumah, lalu saya ke tempat pakde kadri
untuk mencari ayah dan kakak saya.
Setelah sampai kakak dan bapak
saya gak ada juga, jadi saya mulai ketakutan untuk pulang karena pada saat itu
rumah saya gelap gulita, tapi karena saya seorang laki-laki saya coba untuk
memberanikan diri untuk pulang, dan ketika saya sampai dirumah di dalam sudah
tidak gelap lagi, tapi saya heran karena tadi di rumah gak ada orang, tapi saya
beranikan diri untuk masuk, jadi saya masuk dan mengucap salam, ternyata di dalam
bukan maspek dan bapak saya melainkan mbak dayah dan suaminya.
Mbak : “ mama’ endi den ( ibu mana den ) “
Saya : “ mama’ nggene liana ( ibu di rumah
liana ) “
Mbak : “ nyapo neng kono ( ngapain di situ )
”
Saya : “ ngonconi mama’e liana masa’ gae
slametan siso’ ( nemenin ibunya liana masak buat slametan besok ) “
Mbak : “ bapa’ ambe’ maspek nengendi ( bapak
sama maspek di mana ) “
Saya : “ mboten ngertos kulo, pas kene
balek ko nggene liana wes ora ene’ nengomah wonge ( tidak tau saya, ketia saya
pulang dari rumah liana sudah ngak ada orang ) “
Mbak : “ yowes lek ngono, mbak dayah tak
muleh dise’, iki mau enek slametan neng nggene mbah surep, la iki ene’ kiriman
panganan ( ya udah kalau gitu, mbak dayah mau pulang dulu, ini tadi ada
slametan di tempat kakek surep, na ini ada kiriman jajanan ) “
Saya : “ ye ene’ panganan ( ye ada jajanan
) “
Mbak : “ engko omongne mama’ siso’ jere mbak dayah kongkon
rono, ma’e ani’ arep ene’ hajatan, la mama’ diundang ( nanti bilangin mama’
besok kata mbak dayah di suruh kesana, ibunya ani mau ada hajatan, na mama’ di
undang ) “
Saya : “ yo ( iya ) “
Setelah mbak dayah pulang saya
tutup pintu lalu makan jajanannya, karena kekenyangan saya ngantuk lalu tidur
dan saat saya bangun saya sudah ada di kamar tidur bersama maspek dan bapak,
pada saat itu jam 04.30 saya bangunkan bapak saya untuk sembahyang subuh
berjamah, lalu saya bangunkan ibu saya yang ternyata sudah ada di dapur sedang
masak.
Setelah sembahyang subuh saya
memberitahukan pesan yang di amanahkan kepada saya untuk di beritahukan kepada
ibu saya, setelah itu saya mandi lalu makan dan siap-siap mau ikut mama’ ke
tempat mbak dayah, setelah dari mbak dayah saya kerumah temen saya, dan
disitulah awal kenakalan saya yang mengenal rokok dan rasanya merokok.
Tak terasa waktu berjalan
begitu cepat tak terasa kini saya telah kelas 2 sd, semakin besar badan saya
dan semakin nakal pulalah saya, dan ketika pulang sekolah setiap hari pasti
kami sempatkan waktu walaupun sedikit kami merokok entah itu di belakang
sekolah atau di belakang bengkel depan sekolah atau diatas pohon jambu air
pinggir jalan depan sekolahan.
Bahkan jika ada waktu saya
sering jalan-jalan ke lapangan sepak bolahanya untuk merokok dengan semua
teman-temanku, maka kami berempat mulai menyusun rencana yang kami rencanakan
saat di sekolah, yaitu satu berjaga dan yang lain naik pohon rambutan, lalu
ipan mengeluarkan rokok yang di bawanya dari rumah, ipan sangat mudah membawa
rokok karena orang tuanya memiliki warung.
Jadi dia tak perlu
mengeluarkan uang untuk membelinya, setelah kami sudah mencapai tangkai
tertinggi maka yang seorang menyusul untuk memanjat, sesampainya diatas semua
maka kami mulai menyulut satu persatu hingga tak terasa 3 bungkus rokok kami
habiskan dalam waktu satu jam, begitulah yang kami kerjakan ketika ada waktu
kosong sesudah waktu pulang sekolah, sampai saat kami mulai ketagihan kami
bahkan sampai di dalam kelas tetapi saat kelas dalam keadaan kosong atau saat
hari olahraga.
Karena saat olahraga ruangan
yang di belakang sekolah di buka, karena terkenal angker maka ruangan itu
sering tidak digunakan, bahkan tak pernah digunakan kecuali ada guru yang
membimbing entah itu guru olahraga atau wali kelas, tapi karena terpaksa kami
masu juga karena tidak ada lagi ruang kosong yang sepi.
Tak terasa waktu telah berlalu
begitu cepat, hingga takdir harus memisahkan kami semua di saat semua yang
kuinginkan terwujud,di saat persahabatan kami mulai erat bagaikan kami ini
adalah saudra kembar yang tak terpisahkan, karena selalu bersama-sama kemanapun
kami pergi dan itupun selalu membawa entah itu sebungkus hanya 5 batang, tetapi
setiap kami berangkat kami tidak pernah membawa 5 atau 6 batang, pasti kalau
tidak sebungkus atau dua bungkus bahkan kami pernah bawa 6 bungkus, tetapi
semua sama tak terasa semuanya habis.
Dan kenangan itu akan
selamanya saya kenang, karena di saat itu saat pertama kalinya aku rasakan kasih
sayang yang begitu erat, serasa kami ini seperti keluarga yang begitu erat dan
tak mau di pisahkan, tapi apa dayaku saya tak mampu menolak tetapi saya hanya
mampu menerima semua ini walaupun saya saat itu merasa terluka karena itu, tak
terasa hari itu datang maka mereka semua datang untuk memberikan salam
perpisahan
Di sana saya sempat berpikir
darimana mereka tau kalau saya pada hari itu akan pergi untuk waktu yang entah
kapan kami di pertemukan lagi untuk dapat kembali menjalin persahabatan seperti
dulu, maka disanalah pertama kalinya saya menangis karena perpisahan yang
terjadi pada persahabatan kami yang terpisah karena takdir,tapi semua telah
terjadi danapa artinya sebuah penyesalan yang menyesali masa lalu.
Dan saat ketika saya naik
kekelas tiga saya dan keluarga saya pindah ke teluk kepayang, itu semua karena
kerja di daerah rejosari itu lumayan sulit karena itulah ayah saya pindah, saberpindah
dari daerah orang jawa ke banjar jadi membuat kami kesulitan berkomunikasi
dengan warga di sana, kami berangkat dari rejosari ke teluk kepayang
menggunakan mobil pengangkut barang milik keluarga ayah saya yang ada di sana,
saat semua barang telah masuk dalam mobil tersebut, maka dipasanglah terpal dari
sebelah kiri ke sebelah kanan agar apabila nanti hujan barang-barangnya tidak
basah.
Sekitar pukul 10.30 kami
berangkat, dan disanalah aku melihat air mata yang keluar dari mata-mata orang
yang kami tinggalkan, apalagi dengan sahabat saya mereka menangis tersedu-sedu,
bahkan ada dua yang mengejar hanya untuk memberikan sebuah kenangan yang berupa
sebuah pas foto saat kami sedang mandi di sungai dekat rumah ipan, sekitar 30
menit kami melaju dengan kecepatan yang lumayan cepat, maka kami sampailah di
suatu jalan yang sangat angker yang kata orang banyak muncul penampakan, yang
muncul tanpa kenal waktu entah itu siang atau malam dan yang membuat tempat itu
serasa semakin angker adalah karena terlalu lebat daun berbeda dengan daerah sekitarnya.
Saat kami memasuki areal
tersebut alam serasa mendung karena jalan tertutup oleh tangkai pohon karet
yang sangat lebat, entah kenapa perut ini mulai terasa mules dan saat itu yang
merasakan bukan hanya saya tapi maspek, sang supir, ayah saya dan juga saipul (
anak supir yang mengantar kami ) juga merasakan hal aneh tersebut, dari ingin
buang air besar, buang air besar, bahkan sampai ingin muntah, dan terpaksa saat
itu kami harus berhenti dengan berat hati.
Saat saya telah selesai buang
air besar dan kecil saya kembali ke mobil dan menanyakan sejarah tentang jalan
ini kepada ibuku, lalu ibuku menceritakan mulai dari awal samapai akhir.
Saya : “ mas, nyapo ko’ neng kene angker
??? ( ibu, kenapa di sini kaya’ angker ??? )
“
maspek : “ rong taon mbien enek seng gantong awa’e
neng wet karet kene ( dua tahun yang lalu ada yang gantung diri di pohon karet
sini ) “
Saya : “ nyapo de’e gantong awa’e neng kene
( kenapa dia gantung diri di sini )”
maspek : “ jere wong kene de’e iki are’ wedo’
seng putus asa gara-garane meteng tapi urong nikah, karo jere wong kene akeh
seng kecelakaan neng kene, sampe’ enek seng kecelakaan ki wong loro nabra’
mobel, tapi seng ketemu mayate mor sito’ padahal wes digole’i mayate neng
sekelileng kene tetep ra ketemu ( kata orang sini dia itu anak perempuan yang putus
asa gara-garanya hamil di luar nikah, dan kata orang sini banyak yang
kecelakaan di sini, sampai ada yang kecelakaan itu dua orang menabrak mobil,
tapi yang ketemu mayatnya cuman satu padahal sudah dicari mayatnya di
sekeliling sini tetap tidak ketemu )”
saya : “ pantesan angkere neng kene (
pantas angkernya di sini )”
ibuku : “ mangkane ojo pernah pacaran ambe’
ojo nyeter montor le’ nganto’ ( mangkanya jangan pernah pacaran sama jangan
mengendarai sepeda motor kalau mengantuk )”
Setelah semua selesai dan
semua yang pergi berkumpul maka kami melanjutkan perjalanan kami, dan akhirnya
kami memasuki lahan yang lebih menyeramkan yaitu lahan sawit yang di sisi
jalannya terdapat pekuburan tua, yang kata orang apabila telah malam hari
sering terlihat penampakan orang minta pertolongan, dan jeritan-jeritan aneh.
Dan
saat itu aku merasakan ada yang aneh yaitu mata saya terasa berat sekali
walaupun saya telah menghabiskan 2 gelas kopi pahit rasanya semua sia-sia, dan
saya akhirnya menyerah pada rasa kantuk saya dan tertidur, saat saya bangun
saya sadar kalau saya telah jauh meninggalkan tempat tersebut dantelah memasuki
daerah teluk kepayang.
Setelah melawati jalan yang
berliku-liku dan telah melewati danau maka kami telah dekat dengan tujuan kami yaitu
rumah kami, setelah sampai kami mulai menurunkan barang-barang yang di bawa dan
membersihkan rumah yang menurut tetangga telah kosong selama 5 tahun, setelah
membersihkan ibuku lalu memasak mie yang telah di bawa dari sana dan makan
bersama dengan supir yang mengantar kami dan lalu pulang karena ada urusan yang
lain pulang.
Tak terasa waktu telah
berjalan 2 bulan dan saatnya saya memasuki dunia pendidikan, walau saya belum
kenal sama sekali tentang daerah yang saya tempati ini namun saya berpendirian bahwa
“ di tempat yang baru maka saya akan mendapatkan pengalaman yang baru dan
mendapatkan teman yang baru.
Di saat hari pertama saya
sekolah saya hanya menyendiri karena tak mengerti bahasa mereka, bahkan suatu
ketika saya tidak mengerti dengan sebuah tulisan di papan tulis lalu sayapun
bertanya.
Saya : “ bu’ iki woconane opo ( bu’ ini bacaannya
apa ) “
Ibu : “ apa din nang ikam takunakan tadi
(apa din yang kamu tanyakan tadi ) “
Itu semua terulang sampai tiga
kali, akhirnya semua anak tertawa terbahak-bahak karena ulah saya dan guru saya,
mulai saat itu aku mulai mempunyai teman yang akrab denganku yang bernama Dian, tapi itu tak berlangsung
lama karena ia keluar setelah semua berlangsung 6 bulan, karena dia keluar
karena malas sekolah, jadi akhirnya sampai saya mampu mempelajari bahasa
banjar, setelah 3 bulan saya mulai lancar berbahasa banjar mulai saat itu saya
dekat dan mulai main bareng mereka.
Pertama saya dekat dengan Karmidin, Mahes Sandi, Rani Selvianita
anak sunda tapi pintar bahasa banjar, dan Gilang Rumana Pauji, dan disaat saya
kelas 5 sd dian kembali masuk dan menjadi teman karibku sampai kelas 1 smk,
hari-hari yang kulewati dengannya begitu bahagia karena orangnya mudah diajak
bercanda,tapi dia lebih tua dari saya bahkan lebih tua dari kakak saya.
Dan perkenalan pertama
menghasilkan kenangan yang tidak terlupakan karena semua yang kami katakan
nyambung satu sama lain, tapi kami memakai bahasa daerah masing-masing saya
memakai bahasa jawa, karmidin sunda dan dian banjar, yang mendengar semua
tertawa dan bahagia karena kami bertiga.
Karmidin : “ eta naon din nu di luhur tihang bendera (
itu apa din yang di atas tiang bendera ) “
Saya : “ oo kae to mano’ gerejo, tapi
le’ jereku, mboh lek jere dian ( oh itu ya burung gereja, tapi itu kataku, tau
kalau kata dian ) “
Dian : “ burung nang bahinggap ka
tihang itu’, itutu burung gareja, amun ja ikam pang apa karmidin ( burung yang bertengger
ke tiang itu, itu burung gereja, kalau kata kamu apa karmidin ) “
Karmidin : “ burung greja, eh nurdin maneh kamari
timana’ ? ( burung gereja, eh nurdin kamu kemaren dari mana ? ) “
Dian : “ hi’ih pina mambawa karung
hibak, asinya napa garang ( iya kok membawa karung penuh, isinya apaan sih ) “
Saya : “ oh seng deingi kae to, kae
aku nggowo klopo seng tue’ ambe’ degan teko nggene mbahku, la kue arep nengendi
karmidin (oh yang kemarin itu ya, atu aku membawa kelapa yang tua sama yang muda
dari tempatnya kakekku, kalau kamu mau kemana karmidin ) “
Karmidin : “ arek ka kabun ( mau ke kebun ) “
Dian : “ ikam bahuma apa haja ( kamu
berkebun apa aja ) “
Karmidin : “ loba we’ aya’ kacang tanah, padi, kacang
panjang, jeng jagung ( banyak haja, ada kacang tanah, padi, kacang panjang,
sama jagung ) “
Saya : “ wes tue’ urong jagunge, le’
uwes aku tak tuku lah gae panganan ngemel le’ lage’ nyante ( sudah tua belum
jagungnya, kalau sudah aku mau beli ya buat makanan cemilan kalau lagi santai )
“
Dian : “ hi’ih lah, kaya apa kaena
amun udah tuha’ bakumpulan kita malam, mamanggang jagung kita’ ( iya ya, gimana
nanti kalau sudah tua berkumpulan kita malam, manggang jagung kita ) “
Karmidin : “ he’eh nya’, engke’ urang bejaken jeng umi
abi urang lamun jagungna ngges asak, sisaken ulah dijual kabeh ( iya ya, nanti
saya bilangin sama mama ayahku lamun jagungnya sudah masak, sisakan jangan di
jual semua ) “
Saya : “ le’ ngono kumpulane piro,
ambe’ nengendi manggange ( kalau gitu kumpunnya berapa, sama dimana manggangnya
) “
Karmidin : “ 5000 we’, engke’ lamun kurang urang we’ nu
nambahken, jeng engke asakan nana’ di imah urang, engke lamun kurang jeng abi
urang ditambahken ( 5000 aja, nanti kalau kurang saya aja yang nambahin, dan
nanti masakannya dirumahku, nanti kalau masih kurang sama ayahku di tambahin )
”
Tak terasa jam menunjukkan
pukul 12.30 itu artinya waktunya pulang sekolah, ya benar dugaan kami kalau
akan ada lonceng yang dibunyikan 6 kali, setelah kami merapikan bangku dan
kursi yang kami singkirkan ke pinggir kelas, kami mengambil tas masing-masing
lalu keluar kelas dan pergi menuju gerbang lalu kami berpisah, sebelum berpisah
kami masih mebicarakan acara masak jagung dan setelah semuanya sudah sepakat
maka kami pun pulang ke rumah masing-masing.
Sesampainya di rumah saya
sudah di sambut oleh ibu saya dengan membawa sebuah piring yang berisi nanas
yang sudah dikupas, setelah makan nanas lalu saya mandi dan sembahyang zuhur
lalu saya di ajak ibu saya menggembala sapi, itulah keseharian saya jika
setelah pulang sekolah sampai datang waktu ashar.
Saya di saat itu memiliki 1
ekor sapi tetapi sapi yang saya urus ada 5 ekor, jadi 4 ekor punya orang dan
satu punya saya dan itu semua berkat kesabaran mengurus punya orang tersebut,
di situ kami yang mengurus punya orang dan kami akan dapat hasil jika induknya
melahirkan, peraturannya adalah jika anak pertama maka punya orang jika anak ke
2 punya saya dan begitulah seterusnya yang akhirnya saya memiliki 2 ekor sapi.
Jadi tubuhku yang dulunya
putih bersih kalo sekarang sudah hitam jelek lagi, tapi semua kuanggap hanya
tantangan yang harus kuhadapi karena semua memiliki kelebihannya masing,
tinggal kita menggali kelebihan kita ada dimana dan jangan terpuruk oleh setiap
kekurangan yang kita miliki, tapi terkadang kita menghadapi suatu masalah yang
membuat kita terkurung.
Dan itu saya rasakan ketika
saya menginjak kelas 5 SD yang saat itu ayah dan ibu saya pergi ke tempat kakak
saya untuk membantu kakak saya menanam padi, sampai memanen itu artinya kurang
lebih 5 bulan, selama itu saya tinggal dengan kakak saya yang saat itu telah
kelas 1 tsanawiyah, setiap hari kami sebelum sekolah, kami selalu membagi tugas
untuk menyelesaikan tugas agar cepat selesai, tetapi kami jalani semua dengan
sabar walau banyak rasa inginkan sesuatu yang lebih pada saat itu.
`Tak terasa semua telah
berlalu dan semua akhirnya berkumpul kembali, setelah saat itu baru aku rasakan
bagaimana rasanya pisah dan jauh dari orang tua, dan aku berjanji tak kan buat
ibuku menangis sampai akhir hayatnya nanti.
Tak terasa ujian kelulusan di hari ini, tetapi karena
sekolahan kami terpencil maka kami ujian di sekolahan orang, saat kami tiba di
sana terasa aneh kami adalah rombongan paling sedikit, kami hanya ada 5 orang (
Muhamad Nurdin, Kamidin, Rani Selvianita, Gilang Rumana Fauji, Dian Hariadi ),
sedangkan yang lain ada yang mecapai 45 orang dan paling sedikit 15 0rang, dan
saya lulus SD tahun ajaran 2009-2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar