Masa kecil
Saya
lahir tanggal 20 oktober 1997 tapi di ijazah saya berganti tanggal menjadi 17
oktober 1997, saya lahir dari orang yang memiliki kepercayaan yang kuat tentang
agama jadi sejak kecil saya di ajarkan tentang agama, tetapi karena pergaulan
itu membuat saya terperosok dalam jurang.
Saat saya masih dalam
kandungan ibu saya menyidam yang aneh bahkan saat saya mendengar ceritanya saya
tertawa terbahak-bahak, saat ibu saya mengandung saya ibu saya menyidam mandi
dan memakai baju tidak mau memakai wangi-wangian, apabila memakai rasanya ada
yang kurang enak bahkan bisa sakit dan gak nafsu makan, setelah saya lahir ayah
saya bepergian dari aceh selatan ikut transmigrasi ke pulau kalimantan yang
tepatnya kalimantan selatan.
Pada saat itu saya berumur 1
bulan, yaitu tepatnya di daerah pagatan
tempat pertama saya menginjakkan kaki dimasa kanak-kanak, dan ketika saya
tinggal di pagatan tepatnya dipinggir pantai karena waktu itu saya berumur 2
bulan oleh karena itu setiap saya ingin bermain di pantai saya bermain bersama
ibu saya atau dengan kakak saya apabila kakak saya sudah pulang dari sekolah
tetapi pada saat itu yang sekolah kakak saya yang bernama Siti Nurhidayah.
Setelah saya berumur 3 tahun
ayah saya kembali pindah dari pagatan
ke desa seberang yaitu desa satiung
salimuran, disitu adalah masa kecilku yang paling menyenangkan dan tak
kan terlupakan, namanya anak kecil kebiasaan main air maka disitu saya sering
terkena penyakit, karena di depan rumah dipinggir jalan ada aliran air seperti
sungai yang dengan luas 3 meter dan aliran air itu ada di setiap sisi jalan.
Dan disitu pulalah pertama
kali aku terkena penyakit lemah jantung yang akibat dari jatuh dari tangga
rumah yang tinggi karena disana dataran rendah maka tiang rumah bisa mencapai
hampir 2 ½ meter, yah karena terjatuh itulah saya menderita lemah jantung,
karena disaat jatuh dada saya terbentur batu di permukaan tanah yang lumayan
keras yang membuat saya pingsan.
Dan rasa sakit itu saya
rasakan ketika saya merasa kelelahan dan menarik napas terlalu panjang atau
menahan napas terlalu lama dan ketika terjadi benturan pada dada saya atau
punggung saya, dan yang saya rasakan adalah napas pendek dan apabila dipaksakan
menarik panjang maka akan terasa denyutan yang rasanya bagaikan kaki yang
tertusuk paku, dan apabila dipaksakan bahkan bisa sampai pingsan.
Setelh umur saya menginjak 4
tahun, di saat itu saya mulai merasakan kesepian karena kakakku memulai masa
pendidikan sekolah dasar, dan di hari itu setiap hari yang kulewati selalu
sendiri karena kakak perempuan saya sedang membantu ibu saya di sawah jika di
pagi hari, dan tinggallah saya sendiri dirumah dan untuk menghilangkan rasa
bosansaya biasanya saya bermain ketempat teman ayah saya yang jaraknya sekitar
500 meter, dan disana saya dapat nonton tv dan makan jambu air, jambu batu,
nangka dan cempedak kalo lagi musim, tapi yang pasti selalu saya makan ketika
saya kesana adalah jeruk, karena beliau memiliki kebun jeruk sekitar 1 ha.
Saya sering berlama lama di
sana karena jalan di depan rumahnya adalah jalan kakak saya pulang dan pergi
sekolah, mereka memiliki anak perempuan namanya Imas, orannya lebih tua dari saya dia lahir tahun 1996,
orangnya baik, cerdas dan sekarang ia sudah lulus SMK dan juga tinggal satu
tahun lagi lulus dari pesantren, dia di pesantren selama 14 tahun yaitu dari
dia masuk SD sampai lulus SMK, saya bermain disana sampai sekitar jam 12.00,
karena ketika itu kakak saya sudah pulang dari sekolah.
Setelah kakak saya pulang dan
bertemu saya lalu kami pulang bersama-sama, yaitu saya, kakak saya, dan
teman-temannya, setelah saya sampai di rumah saya dan kakak saya lalu makan
dengan makanan yang sudah dihidangkan oleh ibu saya, setelah makan kami berdua
mandi dan mengambil wudhu untuk melakukan sembahyang zuhur, setelah sembahyang
zuhur lalu saya ikut belajar dengan kakak saya yang mengerjakan tugas dari
sekolahan, setelah selesai baru kami bermain di rumah kosong depan rumah kami
yang kebetulan di sana ada pohon jambu dan jeruk, tetapi karena pemiliknya
tidak ada maka siapapun boleh mengambil asalkan jangan di rusak karena supaya
nanti bisa berbuah lagi.
Tak terasa waktu menunjukkan
pukul 15.30 maka itu artinya akan terdengar azan yang menandakan datang waktu
sembahyang ashar, lalu kami pulang kerumah masing-masing, sebelum pulang kami janjian
kalo nanti berangkat mengaji berangkatnya sama-sama, setelah sampai di rumah
lalu mandi dan mengambil air wudhu dan kemudian berangkat ke tempat yang telah
di sepakati, setelah semua terkumpul barulah kami berangkat secara bersama
menuju masjid.
Pelajaran mengaji yang kami
ikuti dari setelah sembahyang ashar sampai setelah isya’ dan itulah yang kami
kerjakan di setiap malam kecuali malam jum’at karena setiap malam jum’at pasti
ada yang melakukan hajatan, ya begitulah yang saya lakukan di setiap malam dan
yang hajatan itu tidak tentu bisa di desa saya bisa juga di desa seberang,
kenapa dinamakandesa seberang karena desa saya dan desa seberang hanya dipisah
oleh sungai kusan yang memiliki luas sekitar 25 meter, dan saya pergi kesana
dengan teman-teman saya dan teman-teman kakak saya.
Sampai suatu kejadian yang
membuat kami tidak berani pergi sendirian bahkan pergi tanpa ditemani orang
tua, di saat itu malam selasa kami tidak pergi kemushola karena ustadnya sedang
pulang kerumah keluarganya karena ada acara pribadi, saat itu kami berencana
pergi ke acara wayang kulit desa seberang, kami semua ada 6 orang termasuk saya
dan kakak saya, ketikasemua sudah berkumpul dan barang-barang dan alat seperti
senter telah siap semua maka kamipun berangkat.
Karena jalan gelap belum ada
lampu di setiap pinggir jalan maka kami berjalan berdekat-dekatan, sampai kami
di jembatan penghubung antara desaku dan desa seberang, saat kami menaiki
tangga tersebut kami mendengar suara aneh yang tak terdengar jelas dan kami
pikir itu “ mungkin hanya suara derasnya air “ , dan kamipun terus berjalan
sampai di seperempat jembatan dan suara itu semakin jelah dan jelas, kamipun
mulai ketakutan karena suasana sedang gelap gulita dan tanpa sinar rembulan,
kami mulai melihat kesana kemari tapi kami tidak berhenti berjalan sampai di
tengah jembatan disitulah kejadian yang membuat kami tidak berani lagi untuk
pergi tanpa orang tua.
Di saat pertengahan kami
melihat ada yang menyala seperti api, tapi anehnya api itu tidak sedang berada
di tanah ataupun benda lain melainkan terbang dan mengarah ke kami, dia datang
mengikuti air mengalir, maka kami mulai bingung apa yang harus di lakukan
apakah harus lari ataukah kita akan diam menunggu dia datang menghampiri,
setelah kami diskusi kami mengambil keputusan bahwa kami akan menunggu dia
menghampiri kami karena kalau kami kabur maka kami akan tertangkap apalagi saya
yang terlihat paling kecil.
Setelah itu kami mulai
melakukan sesuai rencana, yang pertama kami matikan semua senter lalu kami
bersembunyi di balik dinding jembatan, lalu kami tunggu ia datang menghampiri
kami, dan saat dekat api itu mulai kelihatan jelas, api itu berbentuk seperti
kepala yang berlumuran darah, tapi ketika semakin dekat yang terlihat itu
bukanlah api melainkan kepala manusia yang terpenggal dari jasadnya, dan yang
bergelantungan adalah usus, jantung, paru-paru, hati dan lain-lain sebgainya .
Yang paling aneh adalah saat
sebelum dia dekat dan saat dia dekat yaitu jumlahnya, saat jaum yang terlihat
hanya ada dua yaitu yang besar ada di depan dang yang kecil ada di belakang,tetapi
di saat dia dekat dia berjumlah 4, yang besar satu dan yang kecil tigadan itu
terus bertambah bahkan saat ada dihadapan kami ada 5dan cara bertambahnya
sangat aneh.
Tubuhnya yang penuh dengan
darah, darahnya menggumpal dibagian bawah usus lalu membesar sampai sebesar
genggaman orang dewasa, setelah itu menetes lalu menyala ketika hampir terjatuh
sekitar 4 meter dari tanah, lalu sebelum menyentuh tanah langsung melesat
mengikuti yang besar, lalu setelah di dekat yang besar maka yang kecil tadi
membesar sampai sebesar kepala bayi, dan begitulah seterusnya sampai ia tak
terlihat lagi oleh mata.
Lalu kami mulai berpikir
apakah perjalanan kami ini akan dilanjutkan ataukah kami akan pulang, setelah
berdiskusi akhirnya karena besok libur sekolah maka kami setuju melanjutkan dan
pulang besok pagi, setelah kejadian itu kami mulai berjaga-jaga sepanjang
perjalanan kami, karena semua berkumpul antara rasa takut dan rasa ingin
melihat bagaimana sih acara wayang kulit.
Setelah berjalan lumayan jauh
akhirnya kami sampai juga di tempat, setelah sampai langsung kami mencari
makanan hidangan untuk tamu,setelah makan lalu kami berangkat untuk menonton
wayangnya sampai jam 4 subuh lalu kami pergi ke mesjid dan mengambil wudhu dan
melaksanakan sembahyang subuh berjama’ah, setelah selesai sembahyang rasanya
ingin tidur tapi gak bisa tidur karena kejadian mengerikan semalam masih
teringat begitu jelas dan terbayang sampai membuat rasa kantuk saya hilang.
Setelah itu ada warga yang
merasa aneh ketika melihat kami ber-enam, lalu bapak itu bertanya.
Pa’de : “ adek ini siapa ?? , kaya’nya bapak
pernah melihat “
Maspek : “ oh kulo niki ana’e bapa’ kotib, deso seberang ( oh saya ini
anaknya bapak Kotib, desa seberang )
“
Pa’de : “ oh ana’e pa’ Mukhotib, lho arep nyapo rene bengi-bengi ( oh anaknya pak Mukhotib, lo mau ngapai kesini
malam-malam ) “
Maspek : “ oh niki wau arep nonton wayang teng
mriko mau, pas arep muleh ndelo’ jam wes jam 04.15 dadine solat suboh dise’,
ngko lage’ muleh ( oh ini tadi mau nonton wayang di sana tadi, pas mau pulang
lihat jam sudah jam 04.15 jadinya sembahyang subuh dulu, nanti baru pulang ) “
Pa’de : “ oh yo wes le’ ngono, melu bapa’ yo’
neng ngomah, kulo niki koncone api’ bapa’mu ( oh ya udah kalau gitu, ikut bapak
aja yu’ kerumah, saya ini teman baiknya bapakmu ) “
Maspek : “ matursuon pa’de, tapi akeh konco, kulo
mboten pena’ le’ kulo tinggalne teng mriki (paman terima kasih, tapi banyak
teman, saya gak enak kalau saya tinggalkan di sini ) “
Pa’de : “ youwes le’ ngono ngko le’ lue teko
ae teng nggene pa’de, omahe pa’de teng nggurine panggung wayang mambengi seng
cet ijo ( ya udah kalau gitu nanti kalau lapar datang aja ke rumah paman,
rumahnya paman di belakangnya panggung wayang tadi malam yang warna hijau ) “
Maspek : “ nggeh, ngko le’ konco-konco sampon
tangi ( iya, nanti kalau teman-teman sudah bangun ) “
Pa’de : “ yo wes pa’de enteni nangomah, ngko awas
le’ ra teko ngko tak tekoni nangomah ( ya udah paman tunggu di rumah, nanti
awas kalau gak datang nanti pa’de datangi ke rumah ) “
Maspek : “ nggeh ( iya )”
Setelah paman pergi tinggal
saya dan kakak saya, kami membicarakan tentang kejadian tadi malam apakah akan
kami ceritakan kepada ibu dan bapak ataukah kami pendam, lalu kami mengambil
keputusan untuk membicarakan nanti karena teman-teman yang lain sudah bangun,
lalu kami siap-siap untuk pergi ke tempat paman untuk bersilaturahmi dan
menepati janji saya tadi.
Sesampainya di rumah paman
kami agak malu nanti di kira kesini hanya minta makan, tapi ternyata kami di
sambut oleh paman dan pamanpun sepertinya sudah menunggu lama.
Maspek : “ assalamu’alaikum warokhmatullahi
wabarokatuh “
Pa’de : “ wa’alaikumsalam mlebu kene, ko’ sui
men tekone, pa’de ngenteni wes sui iki, dikiro pa’de ora teko ( masuk kesini,
kenapa lama sekali datangnya, paman nungguin sudah lama ini, paman kira gak
datang ) “
Maspek : “ yo ora’ no, ngko dikiro ga’ ngehargai
sampean, dikongkon teko ora teko ( ya enggak lah, nanti di kira tidak
menghargai anda, disuruh datang tidak datang ) “
Pa’de : “ yo wes le’ ngono mangan se’ kene,
ngko lage’ ngomong meneh ( ya udah kalau gitu makan dulu sana, nanti baru
ngobrol lagi ) “
Lalu kami makan masakan yang
sudah tersedia di ruang makan, dan rasanya seperti pernah makan masakan ini,
pas kami ingat ternyata makanan yang kami makan sama seperti makanan yang kami
makan tadi malam saat kami nonton wayang, lalu saya tanyakan sama paman
ternyata pamanlah tuan rumah yang mengadakan wayang tersebut, jadi yang kami
makan ini makanan sisa tadi malam, setelah selesai makan kami ngemil sambil
nunggu paman datanguntuk izin pamit mau pulang.
Setelah nunggu lumayan lama
akhirnya paman datang dari kebun membawa cempedak yang sudah masak, karena kami
sudah kekenyangan maka kami makan kurang bersemangat, karena matahari sudah muncul
dari tempat tidurnya maka kami pamit untuk pulang karena takut orang rumah
kawatir.
Setelah pamit untuk pulang
lalu kami bersiap siap untuk pulang, ternyata tepat saat kami baru sampai
dipinggir jalan paman memanggil kami dan memberi bingkisan yang diberikan
seplastik satu orang kecuali kami saya membasa dua dan kakak saya membawa tiga
dan paman menitip salamagar disampaikan kepada bapak saya, lalu kamipun pulang
sambil ngemil di sepanjang jalan dan membahas yang tadi malam, karena beribu
pertanyaan yang masih belum terjawab di otak ini tentang tadi malam, makhluk apa
itu ? itu setan apa jin dansebagainya.
Ketika sampai dirumah kami
langsung di panggil oleh mama’ dan bapa’, dan di tanya dari mana ko’ tadi malam
gak pulang, lalu kami ceritakan semua yang terjadi dari kami berangkat ketemu
hal aneh sampai ketemu dengan paman.
Setelah kejadian itu kami
mulai di kekang, tidak boleh pergi kemana-mana kalau sudah malam hari, dan di
saat itu kami mulai tau kalau sesuatu yang kami temui adalah sesosok makhluk
halus yaitu kuyang, dedemit tanpa badan hanya ada kepala dan organ dalam tubuh.
Sampai suatu saat saya sedang
asyik bermain, saya di suruh bantu ayah saya menangkap ikan dengan jaring, lalu
setelah mainan saya bereskan saya langsung mengganti baju dan berangkat, jarak
antara rumah saya dan tempat mencari ikan sekitar 5 km, ketika saya sampai
disana saya langsung duduk karena kecapean berjalan dan tertidur, setelah saya
bangun ternyata ayah saya sudah membawa ikan banyak, lalu kamipun pulang karena
sudah dapat ikan dan waktu sudah sore.
Saat kami pulang kami
menemukan keanehan dimana setiap jalan yang kami lalui selalu menemukan ular
entah itu mati atau hidup, setelah menemukan sekitar 7 ekor ular mati dan 3
ekor ular hidup saya dan ayah saya mulai penasaran apa yang sebenarnya terjadi,
saya dan bapak saya mulai mempercepat jalan karena merasa kawatir atas apa yang
terjadi pada kami dan tanda apa yang sebenarnya diberitahukan oleh para ular
tersebut.
Setelah saya sampai di depan
rumah saya terkejut atas suara yang saya dengar, terdengar suara bayi dari
dalam rumah dan saat saya masuk di ruang tengah ada seorang bayi yang mungil
dan lucu, lalu saya bergegas menemui ibu saya yang ada di dapur dan bertanya.
Saya : “ mama’ ana’e sopo iku nengarep (
ibu anaknya siapa itu di depan ) “
Mama’ : “ ade’mu kui ( adikku itu ) “
Saya : “ ade’ku !, ye ye aku ndue ade’,
lanang opo wedo’ ma’ ( adikku !, hore hore aku punya adik, laki-laki apa
perempuan mak ) “
Mama’ : “ lanang, nyapo emange ( laki-laki,
memangnya kenapa ) “
Saya : “ le’ lanang dadine iso ta’ jai
dolanan engko ( kalau laki-laki jadinya bisa kuajaki mainan nanti ) “
Adik saya lahir disaat saya
berumur 5 tahun yang bernama Muhammad
Nurwahet Matun Nasihatul Muslimin tetapi sekarang diganti takut
kepanjangan saat ujian jadi namanya sekarang Muhammad Nur Wahed. Setelah lahir adik saya, saya sudah
kurang untuk pergi bermain karena saya menghabiskan waktu dengan adik saya dan
menemani ibu saya mengurus adik saya, entah ikut mengurusnya saat mandi dan
entah itu membantu menjaga dia saat ibu saya masak dan sembahyang, dan di saat
itulah mulai saya rasakan kebahagiaan yang sudah lama ingin saya rasakan, yaitu
kebahagiaan yang telah hilang dan sekarang terbit kembali terang bagaikan bulan
purnama.
Suatu saat datang laki-laki
yang tidak dikenaldatang mencari ayah saya danbahkan kenal dengan kakak
perempuan saya, yang saat itu baru lulus SMP dan baru berumur 16 tahun, saat
kedatangan pertama ayah saya tidak ada jadi laki-laki itu pulang, tapi keesokan
harinya datang sekali lagi dengan bersama seorang kiai dan membawa bingkisan.
`Pada saat itu ayah saya tidak
pergi ke kebun karena hari jum’at, jadi tamu itu di suruh masuk dan
berbincang-bincang dengan ayah saya, disitulah muncul berbagai pertanyaan
tentang kedatangan lelaki itu, sayapun menanyakan hal tersebut kepada ibu saya
yang ada didapur, ternyata kedatangannya adalah untuk melamar kakak perempuan
saya yang gadis dan saat itu karena kakak saya ada dirumah maka di pertemukan
dengan lelaki tersebut, dan setelah berbincang lama sampai waktu akan masuk
waktunya sembahyang jum’at perbincangan itu selesai.
Hasilnya adalah lamaran lelaki
tersebut diterima oleh ayah saya, karena kakak saya menerimanyadan bersedia
menjadi istri lelaki tersebut walaupun masih baru mengenal, kakak saya mengenal
lelaki tersebut saat bersekolah di pagatan saat kelas dua SMP, setelah seminggu
kemudian terjadilah acara pernikahan dan pengesahan bahwa kakak saya telah sah
menjadi istri lelaki tersebut.
Sekitar adikku umur 1 tahun
saya pindah ke desa tempat kakak saya tinggal dengan suaminya yaitu daerah Rejosari, tapi pertama kami
tinggal di hutan di dekat sebuah gunung yang bernama gunung jempol karena
bentuknya mirip dengan jari jempol, yang bertempat tinggal di sebuah pondok
yang terpencil, dan hidup sendiri tanpa ada tetangga yang dekat karena tempat
yang kami tinggali jauh jaraknya sekitar 10 km dari pemukiman warga terasa
begitu sepi dan sunyi.
Di situlah perjuangan sebagai
seorang pelajar dilakukan oleh kakak saya yang laki-laki, setiap pagi sebelum
subuh dia mandi di sungai dan setelah sembahyang subuh dia langsung menata buku
dan siap memakai baju seragam lalu sarapan pagi, setelah itu dia memakai baju
yang dijahit dengan bahan dasar plastik agar baju yang dipakai tidak basah
terkena air embun pagi.
Setelah semua persiapan
selesai lalu pada jam 06.00 pagi dia berangkat dengan berjalan sendiri
menyusuri jalan setapak, dan jarak antara rumah ke sekolahan 15-18 km, itulah
yang dikukannya setiap hari dan itu pulalah yang membuat ia sekarang kuat untuk
melewati segala cobaan dalam hidup ini, dan ketika ia berjalan selalu sendiri
tanpa ada teman yang dapat di ajak kecuali hanya bertemankan kicauan burung dan
teriakan hewan-hewan yang tinggal di hutan.
Tetapi jika sekarang aku
mengingat masa lalu itu, disitulah kita dapat memaknai arti kehidupan ini,
hidup bergandengan dengan alam, jika ingin bermain air maka main ke sungai,
jika kesepian datang ke tepi sungai agar dapat melihat monyet yang sedang
bergelantungan kesana kemari bersama teman teman dan keluarganya, dan mendengar
burung berkicau dengan merdu yang
bertengger di ranting-ranting pohon, keseharian hidupku selalu berdampingan
dengan alam karena tempat kehidupanku di tengah hutan.
Walaupun begitu dalam kamus kehidupanku
selalu bahagia karena selalu menerima apa adanya dari apa yang saya miliki dan
selalu mensyukurinya, ya’iyalah selalu menerima apa adanya, saya mau nolak dan
iri terhadap apa yang diberikan pada orang lain juga gak mungkin karena saya
hidup sendiri tanpa tetangga.
Yah mungkin karena itulah saya
mudah terperosok kejalan yang gelap, saat aku mendapatkan teman saat menjadi
pelajar, tak terasa waktu berjalan begitu cepat hingga tibalah aku menuntut
ilmu pengetahuan tentang dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar