sambutan

Selamat datang di BLOGSPOT saya M NURDIN semoga semua artikel saya bermanfaat bagi para pembaca dan memberikan inspirasi yang positif dan jika ada yang negatif tolong kirim saran pada twiter yang tercantum di sebelah kanan

Minggu, 13 November 2016

Masa kecil





Masa kecil




Saya lahir tanggal 20 oktober 1997 tapi di ijazah saya berganti tanggal menjadi 17 oktober 1997, saya lahir dari orang yang memiliki kepercayaan yang kuat tentang agama jadi sejak kecil saya di ajarkan tentang agama, tetapi karena pergaulan itu membuat saya terperosok dalam jurang.

                  Saat saya masih dalam kandungan ibu saya menyidam yang aneh bahkan saat saya mendengar ceritanya saya tertawa terbahak-bahak, saat ibu saya mengandung saya ibu saya menyidam mandi dan memakai baju tidak mau memakai wangi-wangian, apabila memakai rasanya ada yang kurang enak bahkan bisa sakit dan gak nafsu makan, setelah saya lahir ayah saya bepergian dari aceh selatan ikut transmigrasi ke pulau kalimantan yang tepatnya kalimantan selatan.
                  Pada saat itu saya berumur 1 bulan, yaitu tepatnya di daerah pagatan tempat pertama saya menginjakkan kaki dimasa kanak-kanak, dan ketika saya tinggal di pagatan tepatnya dipinggir pantai karena waktu itu saya berumur 2 bulan oleh karena itu setiap saya ingin bermain di pantai saya bermain bersama ibu saya atau dengan kakak saya apabila kakak saya sudah pulang dari sekolah tetapi pada saat itu yang sekolah kakak saya yang bernama Siti Nurhidayah.
                  Setelah saya berumur 3 tahun ayah saya kembali pindah dari pagatan ke desa seberang yaitu desa satiung salimuran, disitu adalah masa kecilku yang paling menyenangkan dan tak kan terlupakan, namanya anak kecil kebiasaan main air maka disitu saya sering terkena penyakit, karena di depan rumah dipinggir jalan ada aliran air seperti sungai yang dengan luas 3 meter dan aliran air itu ada di setiap sisi jalan.
                  Dan disitu pulalah pertama kali aku terkena penyakit lemah jantung yang akibat dari jatuh dari tangga rumah yang tinggi karena disana dataran rendah maka tiang rumah bisa mencapai hampir 2 ½ meter, yah karena terjatuh itulah saya menderita lemah jantung, karena disaat jatuh dada saya terbentur batu di permukaan tanah yang lumayan keras yang membuat saya pingsan.
                  Dan rasa sakit itu saya rasakan ketika saya merasa kelelahan dan menarik napas terlalu panjang atau menahan napas terlalu lama dan ketika terjadi benturan pada dada saya atau punggung saya, dan yang saya rasakan adalah napas pendek dan apabila dipaksakan menarik panjang maka akan terasa denyutan yang rasanya bagaikan kaki yang tertusuk paku, dan apabila dipaksakan bahkan bisa sampai pingsan.
                  Setelh umur saya menginjak 4 tahun, di saat itu saya mulai merasakan kesepian karena kakakku memulai masa pendidikan sekolah dasar, dan di hari itu setiap hari yang kulewati selalu sendiri karena kakak perempuan saya sedang membantu ibu saya di sawah jika di pagi hari, dan tinggallah saya sendiri dirumah dan untuk menghilangkan rasa bosansaya biasanya saya bermain ketempat teman ayah saya yang jaraknya sekitar 500 meter, dan disana saya dapat nonton tv dan makan jambu air, jambu batu, nangka dan cempedak kalo lagi musim, tapi yang pasti selalu saya makan ketika saya kesana adalah jeruk, karena beliau memiliki kebun jeruk sekitar 1 ha.
                  Saya sering berlama lama di sana karena jalan di depan rumahnya adalah jalan kakak saya pulang dan pergi sekolah, mereka memiliki anak perempuan namanya Imas, orannya lebih tua dari saya dia lahir tahun 1996, orangnya baik, cerdas dan sekarang ia sudah lulus SMK dan juga tinggal satu tahun lagi lulus dari pesantren, dia di pesantren selama 14 tahun yaitu dari dia masuk SD sampai lulus SMK, saya bermain disana sampai sekitar jam 12.00, karena ketika itu kakak saya sudah pulang dari sekolah.
                                           
                  Setelah kakak saya pulang dan bertemu saya lalu kami pulang bersama-sama, yaitu saya, kakak saya, dan teman-temannya, setelah saya sampai di rumah saya dan kakak saya lalu makan dengan makanan yang sudah dihidangkan oleh ibu saya, setelah makan kami berdua mandi dan mengambil wudhu untuk melakukan sembahyang zuhur, setelah sembahyang zuhur lalu saya ikut belajar dengan kakak saya yang mengerjakan tugas dari sekolahan, setelah selesai baru kami bermain di rumah kosong depan rumah kami yang kebetulan di sana ada pohon jambu dan jeruk, tetapi karena pemiliknya tidak ada maka siapapun boleh mengambil asalkan jangan di rusak karena supaya nanti bisa berbuah lagi.
                  Tak terasa waktu menunjukkan pukul 15.30 maka itu artinya akan terdengar azan yang menandakan datang waktu sembahyang ashar, lalu kami pulang kerumah masing-masing, sebelum pulang kami janjian kalo nanti berangkat mengaji berangkatnya sama-sama, setelah sampai di rumah lalu mandi dan mengambil air wudhu dan kemudian berangkat ke tempat yang telah di sepakati, setelah semua terkumpul barulah kami berangkat secara bersama menuju masjid.

                  Pelajaran mengaji yang kami ikuti dari setelah sembahyang ashar sampai setelah isya’ dan itulah yang kami kerjakan di setiap malam kecuali malam jum’at karena setiap malam jum’at pasti ada yang melakukan hajatan, ya begitulah yang saya lakukan di setiap malam dan yang hajatan itu tidak tentu bisa di desa saya bisa juga di desa seberang, kenapa dinamakandesa seberang karena desa saya dan desa seberang hanya dipisah oleh sungai kusan yang memiliki luas sekitar 25 meter, dan saya pergi kesana dengan teman-teman saya dan teman-teman kakak saya.
                  Sampai suatu kejadian yang membuat kami tidak berani pergi sendirian bahkan pergi tanpa ditemani orang tua, di saat itu malam selasa kami tidak pergi kemushola karena ustadnya sedang pulang kerumah keluarganya karena ada acara pribadi, saat itu kami berencana pergi ke acara wayang kulit desa seberang, kami semua ada 6 orang termasuk saya dan kakak saya, ketikasemua sudah berkumpul dan barang-barang dan alat seperti senter telah siap semua maka kamipun berangkat.
                  Karena jalan gelap belum ada lampu di setiap pinggir jalan maka kami berjalan berdekat-dekatan, sampai kami di jembatan penghubung antara desaku dan desa seberang, saat kami menaiki tangga tersebut kami mendengar suara aneh yang tak terdengar jelas dan kami pikir itu “ mungkin hanya suara derasnya air “ , dan kamipun terus berjalan sampai di seperempat jembatan dan suara itu semakin jelah dan jelas, kamipun mulai ketakutan karena suasana sedang gelap gulita dan tanpa sinar rembulan, kami mulai melihat kesana kemari tapi kami tidak berhenti berjalan sampai di tengah jembatan disitulah kejadian yang membuat kami tidak berani lagi untuk pergi tanpa orang tua.
                  Di saat pertengahan kami melihat ada yang menyala seperti api, tapi anehnya api itu tidak sedang berada di tanah ataupun benda lain melainkan terbang dan mengarah ke kami, dia datang mengikuti air mengalir, maka kami mulai bingung apa yang harus di lakukan apakah harus lari ataukah kita akan diam menunggu dia datang menghampiri, setelah kami diskusi kami mengambil keputusan bahwa kami akan menunggu dia menghampiri kami karena kalau kami kabur maka kami akan tertangkap apalagi saya yang terlihat paling kecil.
                  Setelah itu kami mulai melakukan sesuai rencana, yang pertama kami matikan semua senter lalu kami bersembunyi di balik dinding jembatan, lalu kami tunggu ia datang menghampiri kami, dan saat dekat api itu mulai kelihatan jelas, api itu berbentuk seperti kepala yang berlumuran darah, tapi ketika semakin dekat yang terlihat itu bukanlah api melainkan kepala manusia yang terpenggal dari jasadnya, dan yang bergelantungan adalah usus, jantung, paru-paru, hati dan lain-lain sebgainya .
                  Yang paling aneh adalah saat sebelum dia dekat dan saat dia dekat yaitu jumlahnya, saat jaum yang terlihat hanya ada dua yaitu yang besar ada di depan dang yang kecil ada di belakang,tetapi di saat dia dekat dia berjumlah 4, yang besar satu dan yang kecil tigadan itu terus bertambah bahkan saat ada dihadapan kami ada 5dan cara bertambahnya sangat aneh.
                  Tubuhnya yang penuh dengan darah, darahnya menggumpal dibagian bawah usus lalu membesar sampai sebesar genggaman orang dewasa, setelah itu menetes lalu menyala ketika hampir terjatuh sekitar 4 meter dari tanah, lalu sebelum menyentuh tanah langsung melesat mengikuti yang besar, lalu setelah di dekat yang besar maka yang kecil tadi membesar sampai sebesar kepala bayi, dan begitulah seterusnya sampai ia tak terlihat lagi oleh mata.
                  Lalu kami mulai berpikir apakah perjalanan kami ini akan dilanjutkan ataukah kami akan pulang, setelah berdiskusi akhirnya karena besok libur sekolah maka kami setuju melanjutkan dan pulang besok pagi, setelah kejadian itu kami mulai berjaga-jaga sepanjang perjalanan kami, karena semua berkumpul antara rasa takut dan rasa ingin melihat bagaimana sih acara wayang kulit.
                  Setelah berjalan lumayan jauh akhirnya kami sampai juga di tempat, setelah sampai langsung kami mencari makanan hidangan untuk tamu,setelah makan lalu kami berangkat untuk menonton wayangnya sampai jam 4 subuh lalu kami pergi ke mesjid dan mengambil wudhu dan melaksanakan sembahyang subuh berjama’ah, setelah selesai sembahyang rasanya ingin tidur tapi gak bisa tidur karena kejadian mengerikan semalam masih teringat begitu jelas dan terbayang sampai membuat rasa kantuk saya hilang.
                  Setelah itu ada warga yang merasa aneh ketika melihat kami ber-enam, lalu bapak itu bertanya.
Pa’de        : “ adek ini siapa ?? , kaya’nya bapak pernah melihat “
Maspek     : “ oh kulo niki ana’e bapa’ kotib, deso seberang ( oh saya ini anaknya bapak Kotib, desa seberang ) “
Pa’de        : “ oh ana’e pa’ Mukhotib, lho arep nyapo rene bengi-bengi ( oh anaknya pak Mukhotib, lo mau ngapai kesini malam-malam ) “
Maspek     : “ oh niki wau arep nonton wayang teng mriko mau, pas arep muleh ndelo’ jam wes jam 04.15 dadine solat suboh dise’, ngko lage’ muleh ( oh ini tadi mau nonton wayang di sana tadi, pas mau pulang lihat jam sudah jam 04.15 jadinya sembahyang subuh dulu, nanti baru pulang ) “
Pa’de        : “ oh yo wes le’ ngono, melu bapa’ yo’ neng ngomah, kulo niki koncone api’ bapa’mu ( oh ya udah kalau gitu, ikut bapak aja yu’ kerumah, saya ini teman baiknya bapakmu ) “
Maspek     : “ matursuon pa’de, tapi akeh konco, kulo mboten pena’ le’ kulo tinggalne teng mriki (paman terima kasih, tapi banyak teman, saya gak enak kalau saya tinggalkan di sini ) “
Pa’de        : “ youwes le’ ngono ngko le’ lue teko ae teng nggene pa’de, omahe pa’de teng nggurine panggung wayang mambengi seng cet ijo ( ya udah kalau gitu nanti kalau lapar datang aja ke rumah paman, rumahnya paman di belakangnya panggung wayang tadi malam yang warna hijau ) “
Maspek     : “ nggeh, ngko le’ konco-konco sampon tangi ( iya, nanti kalau teman-teman sudah bangun ) “
Pa’de        : “ yo wes pa’de enteni nangomah, ngko awas le’ ra teko ngko tak tekoni nangomah ( ya udah paman tunggu di rumah, nanti awas kalau gak datang nanti pa’de datangi ke rumah ) “
Maspek     : “ nggeh ( iya )”
                  Setelah paman pergi tinggal saya dan kakak saya, kami membicarakan tentang kejadian tadi malam apakah akan kami ceritakan kepada ibu dan bapak ataukah kami pendam, lalu kami mengambil keputusan untuk membicarakan nanti karena teman-teman yang lain sudah bangun, lalu kami siap-siap untuk pergi ke tempat paman untuk bersilaturahmi dan menepati janji saya tadi.
                  Sesampainya di rumah paman kami agak malu nanti di kira kesini hanya minta makan, tapi ternyata kami di sambut oleh paman dan pamanpun sepertinya sudah menunggu lama.
Maspek     : “ assalamu’alaikum warokhmatullahi wabarokatuh “
Pa’de        : “ wa’alaikumsalam mlebu kene, ko’ sui men tekone, pa’de ngenteni wes sui iki, dikiro pa’de ora teko ( masuk kesini, kenapa lama sekali datangnya, paman nungguin sudah lama ini, paman kira gak datang ) “
Maspek     : “ yo ora’ no, ngko dikiro ga’ ngehargai sampean, dikongkon teko ora teko ( ya enggak lah, nanti di kira tidak menghargai anda, disuruh datang tidak datang ) “
Pa’de        : “ yo wes le’ ngono mangan se’ kene, ngko lage’ ngomong meneh ( ya udah kalau gitu makan dulu sana, nanti baru ngobrol lagi ) “
                  Lalu kami makan masakan yang sudah tersedia di ruang makan, dan rasanya seperti pernah makan masakan ini, pas kami ingat ternyata makanan yang kami makan sama seperti makanan yang kami makan tadi malam saat kami nonton wayang, lalu saya tanyakan sama paman ternyata pamanlah tuan rumah yang mengadakan wayang tersebut, jadi yang kami makan ini makanan sisa tadi malam, setelah selesai makan kami ngemil sambil nunggu paman datanguntuk izin pamit mau pulang.
                  Setelah nunggu lumayan lama akhirnya paman datang dari kebun membawa cempedak yang sudah masak, karena kami sudah kekenyangan maka kami makan kurang bersemangat, karena matahari sudah muncul dari tempat tidurnya maka kami pamit untuk pulang karena takut orang rumah kawatir.
                  Setelah pamit untuk pulang lalu kami bersiap siap untuk pulang, ternyata tepat saat kami baru sampai dipinggir jalan paman memanggil kami dan memberi bingkisan yang diberikan seplastik satu orang kecuali kami saya membasa dua dan kakak saya membawa tiga dan paman menitip salamagar disampaikan kepada bapak saya, lalu kamipun pulang sambil ngemil di sepanjang jalan dan membahas yang tadi malam, karena beribu pertanyaan yang masih belum terjawab di otak ini tentang tadi malam, makhluk apa itu ? itu setan apa jin dansebagainya.
                  Ketika sampai dirumah kami langsung di panggil oleh mama’ dan bapa’, dan di tanya dari mana ko’ tadi malam gak pulang, lalu kami ceritakan semua yang terjadi dari kami berangkat ketemu hal aneh sampai ketemu dengan paman.
                  Setelah kejadian itu kami mulai di kekang, tidak boleh pergi kemana-mana kalau sudah malam hari, dan di saat itu kami mulai tau kalau sesuatu yang kami temui adalah sesosok makhluk halus yaitu kuyang, dedemit tanpa badan hanya ada kepala dan organ dalam tubuh.
                  Sampai suatu saat saya sedang asyik bermain, saya di suruh bantu ayah saya menangkap ikan dengan jaring, lalu setelah mainan saya bereskan saya langsung mengganti baju dan berangkat, jarak antara rumah saya dan tempat mencari ikan sekitar 5 km, ketika saya sampai disana saya langsung duduk karena kecapean berjalan dan tertidur, setelah saya bangun ternyata ayah saya sudah membawa ikan banyak, lalu kamipun pulang karena sudah dapat ikan dan waktu sudah sore.
                  Saat kami pulang kami menemukan keanehan dimana setiap jalan yang kami lalui selalu menemukan ular entah itu mati atau hidup, setelah menemukan sekitar 7 ekor ular mati dan 3 ekor ular hidup saya dan ayah saya mulai penasaran apa yang sebenarnya terjadi, saya dan bapak saya mulai mempercepat jalan karena merasa kawatir atas apa yang terjadi pada kami dan tanda apa yang sebenarnya diberitahukan oleh para ular tersebut.
                  Setelah saya sampai di depan rumah saya terkejut atas suara yang saya dengar, terdengar suara bayi dari dalam rumah dan saat saya masuk di ruang tengah ada seorang bayi yang mungil dan lucu, lalu saya bergegas menemui ibu saya yang ada di dapur dan bertanya.
Saya          : “ mama’ ana’e sopo iku nengarep ( ibu anaknya siapa itu di depan ) “
Mama’      : “ ade’mu kui ( adikku itu ) “
Saya          : “ ade’ku !, ye ye aku ndue ade’, lanang opo wedo’ ma’ ( adikku !, hore hore aku punya adik, laki-laki apa perempuan mak ) “
Mama’      : “ lanang, nyapo emange ( laki-laki, memangnya kenapa ) “
Saya          : “ le’ lanang dadine iso ta’ jai dolanan engko ( kalau laki-laki jadinya bisa kuajaki mainan nanti ) “
                  Adik saya lahir disaat saya berumur 5 tahun yang bernama Muhammad Nurwahet Matun Nasihatul Muslimin tetapi sekarang diganti takut kepanjangan saat ujian jadi namanya sekarang Muhammad Nur Wahed. Setelah lahir adik saya, saya sudah kurang untuk pergi bermain karena saya menghabiskan waktu dengan adik saya dan menemani ibu saya mengurus adik saya, entah ikut mengurusnya saat mandi dan entah itu membantu menjaga dia saat ibu saya masak dan sembahyang, dan di saat itulah mulai saya rasakan kebahagiaan yang sudah lama ingin saya rasakan, yaitu kebahagiaan yang telah hilang dan sekarang terbit kembali terang bagaikan bulan purnama.
                  Suatu saat datang laki-laki yang tidak dikenaldatang mencari ayah saya danbahkan kenal dengan kakak perempuan saya, yang saat itu baru lulus SMP dan baru berumur 16 tahun, saat kedatangan pertama ayah saya tidak ada jadi laki-laki itu pulang, tapi keesokan harinya datang sekali lagi dengan bersama seorang kiai dan membawa bingkisan.
                  `Pada saat itu ayah saya tidak pergi ke kebun karena hari jum’at, jadi tamu itu di suruh masuk dan berbincang-bincang dengan ayah saya, disitulah muncul berbagai pertanyaan tentang kedatangan lelaki itu, sayapun menanyakan hal tersebut kepada ibu saya yang ada didapur, ternyata kedatangannya adalah untuk melamar kakak perempuan saya yang gadis dan saat itu karena kakak saya ada dirumah maka di pertemukan dengan lelaki tersebut, dan setelah berbincang lama sampai waktu akan masuk waktunya sembahyang jum’at perbincangan itu selesai.
                  Hasilnya adalah lamaran lelaki tersebut diterima oleh ayah saya, karena kakak saya menerimanyadan bersedia menjadi istri lelaki tersebut walaupun masih baru mengenal, kakak saya mengenal lelaki tersebut saat bersekolah di pagatan saat kelas dua SMP, setelah seminggu kemudian terjadilah acara pernikahan dan pengesahan bahwa kakak saya telah sah menjadi istri lelaki tersebut.
                  Sekitar adikku umur 1 tahun saya pindah ke desa tempat kakak saya tinggal dengan suaminya yaitu daerah Rejosari, tapi pertama kami tinggal di hutan di dekat sebuah gunung yang bernama gunung jempol karena bentuknya mirip dengan jari jempol, yang bertempat tinggal di sebuah pondok yang terpencil, dan hidup sendiri tanpa ada tetangga yang dekat karena tempat yang kami tinggali jauh jaraknya sekitar 10 km dari pemukiman warga terasa begitu sepi dan sunyi.
                  Di situlah perjuangan sebagai seorang pelajar dilakukan oleh kakak saya yang laki-laki, setiap pagi sebelum subuh dia mandi di sungai dan setelah sembahyang subuh dia langsung menata buku dan siap memakai baju seragam lalu sarapan pagi, setelah itu dia memakai baju yang dijahit dengan bahan dasar plastik agar baju yang dipakai tidak basah terkena air embun pagi.
                  Setelah semua persiapan selesai lalu pada jam 06.00 pagi dia berangkat dengan berjalan sendiri menyusuri jalan setapak, dan jarak antara rumah ke sekolahan 15-18 km, itulah yang dikukannya setiap hari dan itu pulalah yang membuat ia sekarang kuat untuk melewati segala cobaan dalam hidup ini, dan ketika ia berjalan selalu sendiri tanpa ada teman yang dapat di ajak kecuali hanya bertemankan kicauan burung dan teriakan hewan-hewan yang tinggal di hutan.
                  Tetapi jika sekarang aku mengingat masa lalu itu, disitulah kita dapat memaknai arti kehidupan ini, hidup bergandengan dengan alam, jika ingin bermain air maka main ke sungai, jika kesepian datang ke tepi sungai agar dapat melihat monyet yang sedang bergelantungan kesana kemari bersama teman teman dan keluarganya, dan mendengar burung  berkicau dengan merdu yang bertengger di ranting-ranting pohon, keseharian hidupku selalu berdampingan dengan alam karena tempat kehidupanku di tengah hutan.
                  Walaupun begitu dalam kamus kehidupanku selalu bahagia karena selalu menerima apa adanya dari apa yang saya miliki dan selalu mensyukurinya, ya’iyalah selalu menerima apa adanya, saya mau nolak dan iri terhadap apa yang diberikan pada orang lain juga gak mungkin karena saya hidup sendiri tanpa tetangga.
                  Yah mungkin karena itulah saya mudah terperosok kejalan yang gelap, saat aku mendapatkan teman saat menjadi pelajar, tak terasa waktu berjalan begitu cepat hingga tibalah aku menuntut ilmu pengetahuan tentang dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar